Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan menyiapkan insentif guna menindaklanjuti implementasi pajak minimum global dengan tarif efektif minimal sebesar 15%.
Staf Ahli Bidang Pemerataan dan Kemitraan Usaha Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Andi Maulana mengatakan insentif baru diperlukan mengingat regulasi terkait dengan pajak minimum global akan terbit akhir 2025.
"Kami harus siap-siap memberikan insentif tambahan di luar global minimum tax (GMT) dengan tidak mengabaikan fasilitas tax holiday yang sudah diberikan," katanya, Selasa (3/12/2024).
Dengan demikian, lanjut Andi, pemerintah hanya memiliki waktu 1 tahun untuk memformulasikan insentif baru yang akan ditawarkan kepada calon investor.
Seperti yang sebelumnya disampaikan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, pemerintah sedang menyiapkan insentif alternatif guna mengompensasi pemberlakuan pajak minimum global di Indonesia.
Insentif baru yang disiapkan utamanya untuk wajib pajak penerima tax holiday yang tercakup dalam ketentuan pajak minimum global.
"Kami sudah sampaikan kepada penerima tax holiday bahwa apabila ini [pajak minimum global] berlaku maka akan ada adjustment. Namun, jangan khawatir, karena kami bisa memberikan insentif dalam bentuk lain," ujar Rosan pada bulan lalu.
Untuk pelaku usaha domestik yang tidak tercakup dalam ketentuan pajak minimum global, pelaku usaha dimaksud tetap bisa memanfaatkan tax holiday tanpa perlu mengkhawatirkan pemberlakuan pajak minimum global.
"Kepada perusahaan domestik penerima tax holiday itu tidak usah khawatir, yang menarik 15% itu negara yang bersangkutan (yurisdiksi ultimate parent entity). Kalau negara asalnya adalah Indonesia, tentu kami bisa memberlakukan tax holiday yang ada," tutur Rosan.
Sebagai informasi, pajak minimum global dengan tarif efektif minimal sebesar 15% berlaku atas grup perusahaan multinasional dengan pendapatan minimal €750 juta per tahun.
Dengan rezim tersebut, yurisdiksi sumber berhak mengenakan top-up tax atas laba entitas perusahaan multinasional yang berlokasi di yurisdiksi bersangkutan yang dipajaki di bawah tarif efektif 15%.
Top-up tax oleh yurisdiksi sumber dikenakan apabila yurisdiksi dimaksud sudah mengadopsi qualified domestic minimum top-up tax (QDMTT).
Apabila yurisdiksi sumber tak memberlakukan QDMTT maka yurisdiksi ultimate parent entity (UPE) berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki oleh yurisdiksi sumber. Top-up tax oleh yurisdiksi sumber dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).
Jika yurisdiksi UPE tidak menerapkan IIR dan yurisdiksi sumber tidak menerapkan QDMTT maka yurisdiksi lain bisa mengenakan top-up tax melalui pembatalan pembebanan biaya (denial of deduction) atau penyesuaian yang setara melalui mekanisme undertaxed profit rule (UTPR).
Indonesia sendiri berencana untuk mengimplementasikan QDMTT dan IIR pada 2025, sedangkan UTPR baru akan diimplementasikan pada 2026. (rig)