BERITA PAJAK HARI INI

Urusan Pajak Satu Akun WP Bisa Dikelola ‘Keroyokan’, Seperti Apa?

Redaksi DDTCNews
Senin, 28 Oktober 2024 | 09.07 WIB
Urusan Pajak Satu Akun WP Bisa Dikelola ‘Keroyokan’, Seperti Apa?

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Implementasi coretax administration system (CTAS) nanti akan mengubah cara kerja penyelesaian kewajiban pajak seseorang. Dengan adanya fitur impersonate, coretax akan memungkinkan pengelolaan sebuah akun milik wajib pajak (badan atau orang pribadi) dilakukan oleh lebih dari satu pihak. Topik tersebut menjadi sorotan utama sejumlah media massa nasional pada hari ini, Senin (28/10/2024). 

Melalui fitur impersonate, satu akun WP bisa dikelola oleh pengurus, wakil, atau kuasa yang telah ditunjuk secara resmi. Dengan begitu, satu urusan pajak bisa dijalankan oleh banyak orang secara bersama-sama. 

“Oh, tidak hanya 2 orang. Misal, punya pegawai bagian pajak 100 orang nih, 100 pegawai tersebut mengerjakan pajak perusahaan lewat coretax bersama-sama juga bisa, kan tadi sudah dijelaskan ada fitur impersonate,” kata Penyuluh Pajak Ahli Muda Ditjen Pajak (DJP) Bima Pradana Putra. 

Dengan coretax, pengurus, wakil, atau kuasa yang ditunjuk dapat melakukan login sebagai perwakilan (representative), lalu memilih peran (role) sebagai wajib pajak badan atau orang pribadi yang diwakilinya. Opsi ini akan tersedia pada bagian role access.

Pada akun orang pribadi yang menjadi perwakilan, akan terdapat fitur dropdown list yang terdiri dari 2 pilihan, yaitu main account dan taxpayers.

Jika memilih opsi main account maka orang pribadi akan bertindak sebagai diri sendiri, sedangkan taxpayer akan menampilkan daftar akun coretax badan/orang pribadi yang diwakilinya.

Dalam hal orang pribadi bertindak sebagai wakil/kuasa maka pada bagian role access tersebut akan menunjukkan posisi peran yang diwakilinya dengan keterangan you are currently impersonating user: Nama wajib pajak-NPWP.

Selain bahasan mengenai coretax, ada pula pemberitaan mengenai modus penipuan yang kini marak dengan mencatut nama otoritas, restitusi pajak yang dicairkan langsung ke rekening atau deposit wajib pajak, rencana kenaikan tarif PPN, hingga dorongan bagi pemerintah untuk mengevaluasi belanja perpajakan. 

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

Coretax, Restitusi Cair ke Deposit Pajak WP

Seiring dengan implementasi coretax administration system, wajib pajak nantinya dapat mencairkan restitusi pajak langsung ke rekeningnya atau menaruhnya di deposit pajak.

Penyuluh Pajak Ahli Pertama DJP Iqbal Rahadian mengatakan opsi tersebut muncul setelah terbitnya surat keputusan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (SKPKPP) dalam hal wajib pajak tidak memiliki utang pajak.

"Kalau ada utang pajak, itu dapat dikompensasikan. Kalau tidak ada, selain bisa cairkan ke rekening nanti akan ada pilihan dikirimkan ke deposit," katanya. (DDTCNews)

Modus Baru Penipuan Catut DJP

DJP kembali mengingatkan wajib pajak agar mewaspadai berbagai modus penipuan baru yang mengatasnamakan otoritas.

DJP menyatakan modus penipuan yang mengatasnamakan otoritas terus mengalami perkembangan. Saat ini, DJP mencatat ada 5 modus penipuan baru yang ditujukan kepada wajib pajak.

DJP menyatakan modus penipuan baru ini meliputi aplikasi M-Pajak palsu, pengiriman surat tagihan pajak dengan melampirkan dokumen palsu berformat .apk, pengiriman email tagihan pajak, pengembalian kelebihan pajak, serta meminta biaya layanan pajak. (DDTCNews)

Ekonomi Sulit, Kenaikan PPN Nanti Dulu

Anggota DPR Rudi Hartono Bangun meminta pemerintah menunda rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12%.

Rudi Hartono mengatakan kenaikan tarif PPN tidak tepat dilaksanakan di tengah perekonomian yang sulit. Menurutnya, kenaikan tarif PPN dapat direalisasikan ketika Indonesia mampu mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

"Pertumbuhan ekonomi dicanangkan Pak Presiden targetnya 8% dan kita berharap bisa digapai. Kalau itu bisa digapai, [penerapan tarif PPN] 12% saya pikir tidak sulit," katanya. (DDCTNews)

Menanti Janji Prabowo Tutup Kebocoran Pajak

Publik kini menunggu realisasi janji Presiden Prabowo Subianto untuk mengejar pengusaha sawit yang selama ini tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Target tersebut perlu diwujudkan dengan penegakan hukum tanpa pandang bulu. 

Prabowo menjadikan hasil audit BPKP sebagai rujukan data. Audit yang dilakukan terhadap sekitar 300 perusahaan sawit itu menunjukkan ada potensi kebocoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta tunggakan denda. 

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan negara berpotensi meraih penerimaan Rp189 triliun hingga Rp200 triliun dari penegakan hukum terhadap pengusaha sawky yang nakal. (Harian Kompas)

Belanja Perpajakan Perlu Dievaluasi

Belanja perpajakan yang dialokasikan pemerintah setiap tahunnya perlu dievaluasi. Hal ini lantaran ruang fiskal pemerintah yang kian menyempit seiring dengan kebutuhan belanja yang besar. 

Melalui APBN 2025, pemerintah memproyeksikan belanja perpajakan senilai Rp445,5 triliun, naik 11,4% jika dibandingkan dengan rencana belanja perpanajnagn 2024 senilai Rp399,9 triliun. 

Ekonom Bright Institute Awalil Rizky menilai pemerintahan Prabowo perlu memangkas belanja perpajakan yang tidak tepat sasaran. Namun, kebijakan itu memang tidak mudah dan memerlukan evaluasi menyeluruh tentang belanja perpajakan yang dilakukan. (Kontan)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.