Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memperkirakan rasio perpajakan (tax ratio) Indonesia dalam jangka menengah masih akan stagnan di sekitar 10% dari PDB.
Merujuk pada proyeksi penerimaan pajak jangka menengah yang tercantum dalam Nota Keuangan RAPBN 2025, pemerintah memproyeksikan rasio perpajakan pada 2029 hanyalah sebesar 9,34% hingga 10,24%, utamanya berasal dari PPh, PPN, dan PPnBM.
"Namun, secara sektoral, penerimaan pajak diperkirakan terjadi pergeseran terutama pada sektor jasa yang mulai meningkat seiring dengan perubahan lanskap perekonomian nasional," tulis pemerintah dalam nota keuangan, dikutip pada Senin (26/8/2024).
Dalam jangka menengah, penerimaan PPh bakal dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, perbaikan utilisasi tenaga kerja, dan harga migas.
Sementara itu, penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan akan tumbuh sejalan dengan peningkatan konsumsi, perluasan basis pajak, dan implementasi UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Lebih lanjut, penerimaan PBB diproyeksikan tumbuh seiring dengan pengembangan wilayah kerja dan lapangan onstream. Kemudian, untuk pajak lainnya diperkirakan tumbuh sejalan dengan naiknya penggunaan meterai elektronik.
Tak hanya pajak, penerimaan kepabeanan dan cukai 2029 juga diperkirakan stagnan pada level 1,24% dari PDB. Menurut pemerintah, penerimaan kepabeanan akan dipengaruhi kebijakan tarif cukai hasil tembakau, utamanya kebijakan tarif multiyears dan penyederhanaan layer tarif.
Selain cukai hasil tembakau, potensi cukai juga berpotensi naik sejalan dengan implementasi cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan cukai produk plastik.
"Penerimaan bea masuk diperkirakan mengalami pertumbuhan seiring dengan perkembangan kondisi perekonomian global dan domestik, disertai meningkatnya volume perdagangan internasional dalam periode jangka menengah," tulis pemerintah.
Sementara itu, penerimaan bea keluar dalam jangka menengah akan dipengaruhi oleh perkembangan harga komoditas utama, yakni kelapa sawit dan hilirisasi SDA. (rig)