World Bank.
JAKARTA, DDTCNews - World Bank menerbitkan riset terbaru terkait dengan karakteristik wajib pajak di Indonesia yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengelak dari kewajiban membayar pajak.
Berdasarkan double-list experiment terhadap 2.955 perusahaan, terdapat 3 karakteristik perusahaan yang dimaksud. Pertama, perusahaan yang tidak melakukan ekspor memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk melakukan tax evasion ketimbang perusahaan yang melakukan ekspor.
"Tingkat pengelakan yang dilaporkan bervariasi, mulai dari 26% hingga 30,7% untuk perusahaan yang tidak melakukan ekspor. Sementara itu, tingkat pengelakan pajak untuk perusahaan yang melakukan ekspor sebesar 16,9% hingga 21,5%," sebut World Bank, dikutip pada Jumat (23/8/2024).
Dalam working paper berjudul Revealing Tax Evasion: Experimental Evidence from a Representative Survey of Indonesian Firms, World Bank mencatat eksportir memiliki kepatuhan pajak yang lebih tinggi mengingat mayoritas penjualannya bisa dipantau dengan mudah.
Kepatuhan pajak dari eksportir juga bisa ditelusuri berdasarkan bukti potong, faktur pajak, dokumen ekspor yang dibuat atas setiap transaksi.
Sebaliknya, wajib pajak noneksportir cenderung lebih sulit dipantau oleh otoritas pajak mengingat transaksi wajib pajak noneksportir dari data pihak ketiga cenderung minim. Akibatnya, mereka memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk mengelak pajak.
Kedua, World Bank mencatat tingkat pengelakan pajak pada wajib pajak yang menilai pajak sebagai hambatan bisnis mencapai 31,9% hingga 38,1%. Angka pengelakan pajak pada perusahaan yang tidak memandang pajak sebagai hambatan bisnis hanya 20,1% hingga 24,3%.
"Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk menekan kompleksitas pajak dan beban administrasi pajak pada perusahaan dapat meningkatkan kepatuhan mereka," tulis World Bank dalam working paper-nya.
Ketiga, World Bank mencatat tingkat pengelakan pajak pada wajib pajak yang berkompetisi dengan sektor informal mencapai 28,5% hingga 35,4%, lebih tinggi ketimbang tingkat pengelakan pajak pada wajib pajak yang tidak berkompetisi dengan sektor informal sebesar 21,5% hingga 23,3%.
Kondisi itu terjadi karena pelaku usaha formal yang bersaing dengan sektor informal tidak memiliki insentif untuk mematuhi ketentuan pajak. Kepatuhan terhadap ketentuan pajak yang berlaku justru akan menurunkan daya saing dan bahkan menekan profit margin.
Untuk menciptakan kepatuhan pajak secara menyeluruh, otoritas pajak perlu mendaftarkan pelaku usaha informal untuk menjadi wajib pajak terdaftar.
Meningkatnya kepatuhan pajak sektor informal juga berpotensi meningkatkan kepatuhan pajak para pelaku usaha formal yang sudah terdaftar dalam sistem administrasi pajak. (rig)