Laman muka dokumen PMK 50/2024.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah menerbitkan PMK 50/2024 yang mengatur mengenai tata laksana pelayanan dan pengawasan pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean.
PMK 50/2024 terbit sebagai peraturan pelaksana Pasal 85A ayat (3) UU Kepabeanan. Dalam hal ini, pejabat bea dan cukai diberi kewenangan untuk melakukan pengawasan pengangkutan barang tertentu di dalam daerah pabean.
"Pengawasan pengangkutan barang tertentu ... bertujuan untuk mencegah penyelundupan ekspor dengan modus diangkut melalui laut dari satu tempat ke tempat lain di dalam daerah pabean," bunyi Pasal 2 PMK 50/2024, dikutip pada Senin (12/8/2024).
UU Kepabeanan menyatakan pejabat bea dan cukai dapat melakukan pemeriksaan pabean terhadap barang tertentu yang diangkut dalam daerah pabean pada saat pemuatan, pengangkutan, dan/atau pembongkaran di tempat tujuan. Kemudian pada PMK, disebutkan pengangkutan barang tertentu meliputi pemuatan, keberangkatan, pengangkutan di atas sarana pengangkut, serta kedatangan dan pembongkaran.
Pasal 3 PMK 50/2024 mengatur barang tertentu ditetapkan oleh instansi teknis terkait dengan menerbitkan peraturan perundang-undangan mengenai daftar barang tertentu yang dilakukan pengawasan pengangkutannya dalam daerah pabean. Dalam menetapkan barang tertentu ini, instansi teknis terkait berkoordinasi dengan menteri keuangan dan menteri perdagangan.
Barang tertentu yang telah ditetapkan harus diberitahukan kepada menteri keuangan melalui menteri perdagangan. Setelahnya, menteri perdagangan akan menyampaikan pemberitahuan kepada menteri keuangan melalui dirjen bea dan cukai dengan dilampiri peraturan perundang-undangan mengenai barang tertentu yang dilakukan pengawasan pengangkutannya.
Dirjen bea dan cukai pun bakal melakukan penelitian terhadap pemberitahuan tersebut. Penelitian dilakukan terhadap kesesuaian antara penetapan barang tertentu yang dilakukan pengawasan pengangkutannya dan tujuan pengawasan; kesesuaian kriteria barang tertentu; kejelasan uraian jenis barang tertentu; dan ketersediaan instrumen administrasi yang dapat digunakan oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) untuk melakukan pengawasan.
Kriteria barang tertentu yang dapat ditetapkan dalam daftar barang tertentu, meliputi barang yang dikenakan bea keluar; barang yang dikenakan ketentuan larangan dan/atau pembatasan (lartas) di bidang ekspor; dan/atau barang yang mendapat subsidi.
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian menunjukkan semua kriteria terpenuhi, dirjen bea dan cukai atas nama menteri keuangan akan menerbitkan keputusan menteri keuangan (KMK) mengenai penetapan daftar barang tertentu yang dilakukan pengawasan pengangkutannya.
Daftar barang tertentu yang telah ditetapkan minimal memuat elemen data uraian jenis barang dan instrumen administrasi yang digunakan oleh DJBC untuk melakukan pengawasan. Daftar barang tertentu ini juga harus dicantumkan dalam Sistem Indonesia National Single Window (SINSW) dan/atau sistem komputer pelayanan (SKP) sebagai referensi ketentuan.
Pada pelaksanaannya, pengangkutan barang tertentu dalam daerah pabean yang dilakukan melalui laut, harus dilakukan oleh pengangkut yang merupakan perusahaan angkutan laut nasional yang memiliki surat izin usaha perusahaan angkutan laut; atau memiliki surat izin operasi perusahaan angkutan laut khusus atau pelayaran rakyat. Pengangkut ini juga wajib melakukan registrasi kepabeanan.
Dalam hal pengangkut tidak melakukan registrasi kepabeanan, pemberitahuan pengangkutan barang tertentu yang disampaikan pengangkut akan ditolak.
Barang tertentu pun wajib diberitahukan oleh pengangkut di kantor pabean dengan menggunakan Pemberitahuan Pabean Barang Tertentu (PPBT). PPBT diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai pada kantor pabean di pelabuhan pemuatan dan kantor pabean di pelabuhan pembongkaran.
PPBT minimal memuat 16 elemen data antara lain nama dan kode kantor pabean di pelabuhan pemuatan dan kantor pabean di pelabuhan pembongkaran; nama, NPWP, dan alamat pengangkut; nama, NPWP, dan alamat agen pengangkut, jika ditunjuk; nama, NPWP, dan alamat pengirim, penerima, dan pemilik barang; uraian dan harmonized system code (HS code) barang; jumlah dan satuan barang; serta nomor dan tanggal bill of lading (B/L).
"Pengangkut wajib menyampaikan PPBT dengan lengkap dan benar, dan bertanggung jawab atas kebenaran data yang diberitahukan dalam PPBT," bunyi Pasal 9 ayat (1) PMK 50/2024.
Setelahnya, pengangkut harus menyampaikan PPBT pada kantor pabean di pelabuhan pemuatan sebelum melakukan pemuatan. Pemuatan barang tertentu ke sarana pengangkut dilakukan setelah PPBT Â dilakukan penelitian oleh SINSW, SKP, dan/atau pejabat bea dan cukai, serta mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran pemuatan.
Terhadap barang tertentu nantinya dilakukan pemeriksaan pabean. Pemeriksaan pabean meliputi penelitian dokumen dan pemeriksaan fisik.
Pejabat bea dan cukai dan/atau SKP melakukan pemblokiran akses kepabeanan pengangkut dan/atau agen pengangkut, dalam hal pengangkut tidak memberitahukan pengangkutan barang tertentu; terdapat tagihan sanksi administrasi yang belum dibayarkan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; terdapat rekomendasi unit internal dan/atau instansi terkait; dan/atau memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pemblokiran akses kepabeanan.
PMK 50/2024 diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 31 Juli 2024, serta akan mulai berlaku setelah 90 hari terhitung sejak tanggal diundangkan. (sap)