Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani (kiri) meninjau pemusnahan minuman keras ilegal di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, Rabu (31/7/2024). ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/nz
JAKARTA, DDTCNews - Melalui PP 28/2024 tentang Kesehatan, pemerintah membuka ruang pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak.
Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan perlu pembahasan dan kajian yang mendalam untuk menambahkan barang kena cukai (BKC). Menurutnya, pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak juga harus menunggu sikap Kementerian Kesehatan.
"Regulasi baru dibuat, dan nanti pada waktunya Kemenkes akan berkoordinasi dengan Kemenkeu. Teman-teman di BKF akan membuat kajian lengkapnya, dan kami men-support dari Bea Cukai. Ada proses yang harus kita lalui," katanya, Rabu (31/7/2024).
Askolani mengatakan sejauh ini belum ada pembahasan lebih lanjut di antara kementerian/lembaga mengenai pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak.
Sementara itu, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menjelaskan UU Cukai telah mengatur 4 kriteria suatu barang dapat dikenakan cukai. Kriteria tersebut yakni barang yang mempunyai sifat atau karakteristik konsumsinya perlu dikendalikan, peredarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan.
Kemudian, UU Cukai s.t.d.d UU HPP juga menyatakan penambahan atau pengurangan objek cukai cukup diatur dalam peraturan pemerintah (PP) setelah dibahas dan disepakati dengan DPR dalam penyusunan APBN.
"Kalau berdasarkan kriteria memang banyak yang bisa kena [cukai], tetapi tentu pemerintah dalam mengajukan barang kena cukai tidak sembarang," ujarnya.
Nirwala menyebut di antara pangan olahan tertentu yang mengandung gula, garam, dan lemak, pengenaan cukai memang paling dekat diterapkan pada minuman bergula dalam kemasan (MBDK). Hal ini karena pemerintah telah melakukan kajian mengenai cukai MBDK dan memasukkan target penerimaannya dalam APBN.
Rencana pengenaan cukai MBDK mulai disampaikan kepada DPR pada awal 2020. Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Pada 2024, target penerimaan cukai MBDK dalam APBN ditetapkan senilai Rp4,38 triliun. Adapun melalui dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, pemerintah pun kembali menuliskan rencana pengenaan cukai terhadap BMDK pada tahun depan.
"Di APBN sudah ada pun, pemerintah dalam menerapkan juga mempertimbangkan banyak hal, terutama keadaan perekonomian rakyat," imbuh Nirwala. (sap)