Manager of DDTC Fiscal Research &Advisory Denny Vissaro dalam seminar nasional yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Publik Institut STIAMI, Selasa (23/7/2024).
JAKARTA, DDTCNews - Kehadiran coretax administration system diperlukan untuk menciptakan seamless compliance dalam sistem perpajakan Indonesia.
Manager of DDTC Fiscal Research &Advisory Denny Vissaro mengatakan seamless compliance adalah kelanjutan sekaligus konsepsi dari voluntary compliance yang diterapkan saat ini. Berbeda dengan voluntary compliance yang sepenuhnya mengedepankan kesukarelaan, seamless compliance mengedepankan kesukarelaan sekaligus kemudahan.
"Tidak bisa kita hanya mengandalkan kesukarelaan, tetapi orang mau membayar pajak itu terhalang oleh kesulitan dalam memahami peraturan dan administrasi perpajakan. Akhirnya voluntary compliance berkembang menjadi seamless compliance," ujar Denny dalam seminar nasional yang digelar oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Publik Institut STIAMI, Selasa (23/7/2024).
Lewat konsepsi seamless compliance ini, kepatuhan pajak bisa dicapai secara otomatis berkat dukungan teknologi informasi. Saat ini, sistem pajak Indonesia sedang bergerak menuju seamless compliance seiring dengan pengembangan coretax.
"Kita melakukan kewajiban pajak kita hampir tidak terasa, otomatis, seamless. Kita tahu kewajiban pajak kita berapa, dan kita sangat mudah mengetahuinya," ujar Denny.
Menurut Denny, coretax bukanlah suatu tujuan akhir, melainkan langkah awal menuju sistem pajak yang lebih responsif dan terus berubah seiring dengan perkembangan ekonomi.
Dalam praktik globalnya, sistem administrasi pajak yang seamless tersebut dikenal sebagai tax administration 3.0. "Dalam tax administration 3.0, digitalisasi ini bukan hanya soal bagaimana tools-tools terdigitalisasi, tapi benar-benar tertanam dalam kebiasaan sehari-hari. Kita lihat coretax sedang membangun agar pajak menjadi bagian tidak terpisahkan dari hidup kita," ujar Denny.
Untuk mencapai tax administration 3.0, otoritas pajak memerlukan peran serta wajib pajak dan para stakeholder lewat transparansi data. Tanpa adanya data, pelayanan pajak yang seamless, otomatis, dan mampu memenuhi kebutuhan wajib pajak tidak akan mungkin dicapai.
Contoh, fitur pengisian SPT wajib pajak secara otomatis menggunakan skema prepopulated tidak akan bisa diberikan bila DJP tidak mendapatkan data yang dibutuhkan untuk menyediakan fitur tersebut.
"Tidak mungkin untuk bisa mengetahui segala macam kewajiban pajak secara otomatis tapi otoritas pajak tidak diberikan data dan informasi. Itu juga menjadi salah satu implikasi yang perlu kita antisipasi, bahwa ketika kita memberikan transparansi, itu tujuannya untuk kemudahan kita juga," ujar Denny. (sap)