Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ada yang berbeda ketika coretax administration system (CTAS) nanti sudah diterapkan. Salah satunya, coretax memungkinkan wajib pajak dengan kriteria tertentu tidak tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan melalui portal wajib pajak pada CTAS. Informasi ini mendapat sorotan cukup banyak dari netizen selama sepekan terakhir.
Hanya saja, Ditjen Pajak (DJP) tidak memerinci lebih mendalam mengenai kriteria seperti apa yang bisa membuat seorang wajib pajak tidak perlu melaporkan SPT Tahunannya pada coretax.
“Pelaporan menggunakan portal wajib pajak pada sistem coretax memiliki sejumlah perbedaan dibandingkan yang berlaku saat ini, antara lain … wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat tidak perlu menyampaikan SPT Tahunan PPh,” tulis DJP dalam laman resminya.
Jika ditilik ketentuan yang berlaku selama ini, memang ada kondisi tertentu yang membuat wajib pajak mendapat pengecualian dari kewajiban penyampaian SPT. Hal ini merupakan amanat dari Pasal 3 ayat (8) UU KUP.
Sesuai dengan Pasal 3 ayat (1) UU KUP, setiap wajib pajak wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah. Kemudian, wajib pajak harus menandatangani serta menyampaikan SPT ke DJP.
“Dikecualikan dari kewajiban … adalah wajib pajak pajak penghasilan tertentu yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan,” bunyi penggalan Pasal 3 ayat (8) UU KUP.
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 3 ayat (8) UU KUP, pada prinsipnya setiap wajib pajak PPh wajib menyampaikan SPT. Namun, dengan pertimbangan efisiensi atau lainnya, menteri keuangan dapat menetapkan wajib pajak PPh yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.
Misalnya, wajib pajak orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan di bawah penghasilan tidak kena pajak (PTKP), tetapi karena kepentingan tertentu diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Baca, Coretax DJP: Penuhi Syarat, WP OP Tidak Perlu Lapor SPT Tahunan PPh.
Sejalan dengan dimulainya penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai NPWP, DJP juga mengimbau wajib pajak mulai memakai NPWP 16 digit dalam pembuatan bukti potong pada masa Juli 2024.
DJP mengingatkan pembuatan bukti potong baik untuk unifikasi, PPh Pasal 21/26, serta instansi pemerintah sudah dapat menggunakan NPWP 16 digit. Wajib pajak pun dapat mulai menggunakan NPWP 16 digit ini agar lebih terbiasa.
Baca, Agar Terbiasa, DJP Imbau Bupot Juli 2024 Sudah Pakai NPWP 16 Digit.
Selain dua bahasan di atas, masih ada pemberitaan lain yang menarik untuk diulas kembali. Di antaranya, penggunaan NPWP pada e-Bupot 21/26, pengaturan tarif cukai rokok secara multiyears, hingga progres seleksi calon hakim agung pajak.
Wajib pajak yang sudah melakukan pemadanan data diminta untuk menggunakan NPWP 16 digit saat menggunakan e-bupot 21/26.
Seperti diketahui, pada DJP Online saat ini tersedia aplikasi e-bupot 21/26 versi 2.0. Pembaruan melalui versi 2.0 memuat beberapa hal, salah satunya adalah penambahan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 16 digit/Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU).
Selain penggunaan NPWP 16 digit dan NITKU, ada pula fitur baru dalam pembuatan bukti potong PPh 21 oleh pemotong. Kini, setiap bukti potong yang dibuat akan terdistribusi secara otomatis ke akun DJP Online pihak yang dipotong. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan pemerintah berencana melanjutkan skema pengaturan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau rokok dalam secara multiyears pada 2025.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kebijakan tarif CHT secara multiyears sudah diterapkan pada 2023 dan 2024. Menurutnya, pengaturan tarif CHT untuk 2 tahun sekaligus ternyata lebih memberikan kepastian kepada masyarakat dan dunia usaha.
"Diatur multiyears supaya semua pihak terutama industri dan masyarakat bisa mempersiapkan semuanya. Lebih berkepastian," katanya. (DDTCNews)
DJP merevisi ketentuan mengenai tata cara pendaftaran bagi lembaga keuangan dan penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis. Revisi tersebut dilakukan melalui Perdirjen Pajak No.PER-7/PJ/2024.
Revisi dilakukan untuk mengakomodasi mekanisme pembetulan laporan keuangan berdasarkan kesepakatan Global Forum on Transparency and Exchange of Information for Tax Purposes (Global Forum). Adapun beleid tersebut merevisi PER-04/PJ/2018.
PER-7/PJ/2024 merevisi kondisi yang membuat data lembaga keuangan pelapor atau nonpelapor bisa diubah. Kini, terdapat 6 kondisi yang membuat data lembaga keuangan pelapor atau nonpelapor dapat dilakukan perubahan. (DDTCNews)
Komisi Yudisial (KY) mengumumkan nama-nama 9 calon hakim agung (CHA) yang dinyatakan lolos seleksi, termasuk di antaranya 3 CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
CHA TUN khusus pajak yang lolos seleksi antara lain Auditor Utama Inspektorat II Kemenkeu Diana Malemita Ginting, Hakim Pengadilan Pajak L.Y. Hari Sih Advianto, dah Hakim Pengadilan Pajak Tri Hidayat Wahyudi.
"Keputusan KY bersifat final dan tidak dapat diganggu gugat," kata Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Taufiq HZ saat membacakan pengumuman. (DDTCNews)
Ketika 4 elemen data sudah cocok, NIK siap digunakan sebagai NPWP.
Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Rumadi mengatakan pemadanan atau validasi NIK-NPWP merupakan proses pencocokan identitas wajib pajak. Pencocokan dilakukan atas 4 elemen pada database DJP serta Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
“NIK, nama, tempat lahir, dan tanggal lahir. Ketika 4 elemen atau data pokok yang ada di basis data DJP telah klop dengan data di Dukcapil maka dinyatakan NIK-NPWP-nya telah padan atau valid. NIK sudah siap digunakan sebagai nomor identitas perpajakan,” ujarnya. (DDTCNews) (sap)