Anggota Komisi X DPR Rosiyati MH Thamrin.
JAKARTA, DDTCNews - Anggota Komisi X DPR Rosiyati MH Thamrin mengusulkan perguruan swasta (PTS) dibebaskan dari pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2).
Rosiyati mengatakan PTS melaksanakan fungsi sosial untuk mencerdaskan masyarakat. Oleh karena itu, lanjutnya, lembaga pendidikan termasuk PTS semestinya tidak dibebani dengan PBB-P2.
"Kalau kita tujuannya pendidikan sosial, mestinya kampus kita enggak kena biaya pajak," katanya dalam rapat bersama perguruan tinggi swasta, dikutip pada Minggu (7/7/2024).
Rosiyati menuturkan pengenaan PBB-P2 kepada PTS justru seperti mengategorikan kampus sebagai bisnis. Menurutnya, PTS perlu diberikan insentif sehingga dapat lebih fokus melaksanakan fungsinya mendidik generasi muda.
Dia menjelaskan kebanyakan PTS di daerah yang tergolong dalam daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) bahkan harus berusaha keras agar mampu bertahan. Dalam lingkungan 3T itu, kampus biasanya murni melaksanakan fungsi sosial mendidik masyarakat tanpa memperhatikan aspek bisnis.
"Saya minta perhatian juga kepada pemerintah, lewat Komisi X ini, untuk memperhatikan itu agar pendidikan kita bisa bermutu dan keluarannya itu baik," ujarnya.
Pengenaan PBB-P2 atas PTS sempat tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-10/PJ.6/1995 tentang Pengenaan PBB atas PTS.
Dalam beleid tersebut, pengenaan PBB-P2 atas PTS berdasarkan pada kecenderungan PTS untuk memperoleh keuntungan, meski mempunyai fungsi sosial dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
PTS adalah perguruan tinggi yang berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas, yang diselenggarakan oleh badan penyelenggaraan PTS yang berbentuk yayasan, perkumpulan sosial dan/atau badan wakaf.
Merujuk pada SE-10/PJ.6/1995, PTS akan diterbitkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) apabila memenuhi salah satu dari 5 kriteria. Pertama, sumbangan pembinaan pendidikan (SSP) dan pungutan lainnya dengan nama apapun rata-rata ≥ Rp2 juta satu tahun.
Kedua, luas bangunan ≥ 2.000 meter persegi. Ketiga, lantai/tingkat bangunan ≥ 4 lantai. Keempat, luas tanah ≥ 20.000 meter persegi. Kelima, jumlah mahasiswa ≥ 3.000 mahasiswa.
Apabila memenuhi salah satu dari kelima kriteria tersebut maka PTS terutang PBB-P2 sebesar 50% dari PBB-P2 yang seharusnya terutang.
Namun, untuk bumi dan/atau bangunan yang secara nyata tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan secara langsung yang terletak di luar lingkungan PTS bersangkutan maka tetap dikenakan PBB-P2 sepenuhnya.
Apabila PTS dapat membuktikan bahwa dalam kegiatannya nyata-nyata tidak memperoleh surplus atau keuntungan maka PTS tersebut dapat mengajukan permohonan pengurangan atau permohonan pembatalan SPPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mengingat PBB-P2 merupakan kewenangan daerah, pengenaan pajak tersebut kini mengikuti peraturan daerah setempat. Misal, pengenaan PBB-P2 atas PTS di DKI Jakarta mengacu pada Peraturan Gubernur (Pergub) Provinsi DKI Jakarta 91/2013.
Berdasarkan pergub tersebut, bumi dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai atau dimanfaatkan untuk PTS dikenai PBB-P2 sebesar 50% dari PBB-P2 yang seharusnya terutang sepanjang memenuhi salah satu dari 5 kriteria.
Pertama, SPP dan pungutan lainnya dengan nama apapun rata-rata di atas Rp5 juta satu tahun. Kedua, luas bangunan di atas 2.000 meter persegi. Ketiga, lantai/tingkat bangunan di atas 4 lantai. Keempat, luas tanah di atas 20.000 meter persegi. Kelima, jumlah mahasiswa di atas 3.000 mahasiswa. (rig)