Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mulai melakukan evaluasi terhadap insentif-insentif pajak yang selama ini diberikan kepada pelaku usaha.
Evaluasi dilakukan agar insentif-insentif yang selama ini diberikan oleh pemerintah tetap sejalan dengan ketentuan pajak minimum global dengan tarif efektif sebesar 15% sebagaimana dimaksud dalam Pilar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE).
"Insentif ini harus kita lakukan evaluasi, kita analisa agar sesuai dengan tujuan insentif diberikan. Di sisi lain juga sesuai dengan kebijakan global minimum tax ini diberlakukan," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo, Senin (27/5/2024).
Terkait dengan dasar hukum penerapan pajak minimum global di Indonesia, Suryo menilai Peraturan Pemerintah (PP) 55/2022 sudah memberikan landasan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Namun, aspek teknisnya perlu diatur lebih lanjut melalui peraturan menteri keuangan (PMK).
"Saat ini, kami sedang menyusun peraturan pelaksananya di PMK. Tim sedang jalan untuk terus melakukan konsolidasi apa-apa yang mesti kami atur," tuturnya.
Sebagai informasi, Pilar 2 mengatur bahwa perusahaan multinasional dengan omzet tahunan sebesar €750 juta per tahun harus membayar pajak dengan tarif efektif sebesar 15% di manapun mereka beroperasi.
Bila tarif pajak efektif perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki.
Pengenaan top-up tax oleh yurisdiksi tempat UPE berlokasi dilakukan berdasarkan income inclusion rule (IIR).
Pada PP 55/2022, dirjen pajak telah diberi kewenangan untuk mengenakan pajak minimum global berdasarkan perjanjian. Dengan adanya ketentuan ini, grup perusahaan multinasional wajib membayar pajak dengan tarif minimum.
"Dengan demikian, grup perusahaan multinasional Indonesia yang tercakup dalam perjanjian atau kesepakatan, bisa dikenai pajak minimum global di Indonesia sesuai perjanjian atau kesepakatan internasional tersebut," bunyi ayat penjelas dari Pasal 54 ayat (1) PP 55/2022.
Menurut Badan Kebijakan Fiskal (BKF), insentif-insentif yang bakal terdampak signifikan oleh pajak minimum global adalah insentif berbasis penghasilan seperti tax holiday.
Sementara itu, insentif berbasis pengeluaran seperti tax allowance dan supertax deduction diprediksi tidak terdampak signifikan oleh kehadiran pajak minimum global. (rig)