PAJAK PENGHASILAN

DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Redaksi DDTCNews
Rabu, 24 April 2024 | 16.50 WIB
DJP Sebut Tiap Perusahaan Bebas Susun Skema Pemberian THR dan Bonus

Ilustrasi. Gedung bertingkat di Jakarta. 

JAKARTA, DDTCNews - Terkait dengan adanya skema tarif efektif rata-rata (TER) PPh Pasal 21, Ditjen Pajak (DJP) menyerahkan kebijakan pemberian tunjangan hari raya (THR) ataupun bonus kepada masing-masing perusahaan atau pemotong.

Dalam Podcast Cermati Episode 20 yang disiarkan melalui Youtube, Kasubdit Humas Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti bercerita ada perusahaan yang memberikan THR dalam waktu 2 bulan agar penghitungan penghasilan bruto dan TER tidak terlalu besar dalam 1 masa pajak.

“[Pengalaman dari perusahaan tersebut] pada saat memberikan THR kepada para pegawainya itu dibagi 2 menjadi 2 bulan, di-split,” ungkap Inge, Rabu (24/4/2024).

Seperti diketahui, untuk pemotongan PPh Pasal 21 bulanan, tarif TER PP 58/2023 dikalikan dengan penghasilan bruto dalam 1 masa pajak. Artinya, setiap penghasilan yang diterima pada 1 masa pajak akan digabungkan.

Inge mengatakan otoritas menyerahkan sepenuhnya skema dan waktu pemberian penghasilan, termasuk THR dan bonus, kepada pemberi kerja atau perusahaan. Misal, pemberian bonus pada tengah tahun atau akhir tahun memiliki perbedaan karena dasar pengenaan pajak yang berbeda.

Seperti diketahui, untuk masa pajak terakhir, PPh Pasal 21 terutang dihitung dari selisih antara PPh Pasal 21 yang terutang selama 1 tahun/bagian tahun pajak (menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh dikalikan penghasilan kena pajak) dan PPh Pasal 21 yang telah dipotong (bulanan).

“Kita kembalikan kepada perusahaan sebetulnya mau yang cara seperti apa yang kira-kira disesuaikan dengan kondisi perusahaan tersebut. Kita Direktorat Jenderal Pajak tidak mengatur hal tersebut,” imbuh Inge.

Penyuluh Ahli Madya DJP Dian Anggraeni juga mengatakan kebijakan pemberian penghasilan diserahkan ke internal perusahaan. Kebijakan yang ditempuh bisa disesuaikan dengan kondisi masing-masing perusahaan.

“Itu terserah wajib pajak tapi tanpa melanggar aturan. Seperti ini nanti internal [perusahaan] dapat membuat kebijakan sedemikian rupa sehingga pemotongan bulan tersebut jadi tidak terlalu berat karena perubahan tarifnya tidak terlalu jauh. Silakan,” kata Dian. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.