PP 55/2022

Ketentuan Harta Hibah yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan

Redaksi DDTCNews
Selasa, 12 Maret 2024 | 08.45 WIB
Ketentuan Harta Hibah yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menegaskan pengecualian sebagai objek pajak penghasilan (PPh) atas harta hibah telah dimuat dalam PP 55/2022.

Adapun PP 55/2022 berisi tentang penyesuaian pengaturan pada bidang PPh yang bersifat komprehensif dan konsolidatif pascaberlakunya Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

“Terkait harta hibah dikecualikan sebagai objek PPh sepanjang memenuhi Pasal 6 (pihak pemberi) dan 7 (pihak penerima) PP 55/2022,” tulis contact center DJP, Kring Pajak, dikutip pada Selasa (12/3/2024).

Ketentuan Hibah bagi Pihak Pemberi

Sesuai dengan ketentuan pada Pasal 6 ayat (1) PP 55/2022, keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah merupakan objek PPh bagi pihak pemberi. Namun, berdasarkan pada Pasal 6 ayat (2) PP 55/2022, ada pengecualian sebagai objek PPh.

Pengecualian berlaku sepanjang hibah diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1 derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.

Selain itu, syarat yang harus dipenuhi agar dapat pengecualian adalah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan.

Adapun keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1 derajat merupakan orang tua kandung dan anak kandung. Badan keagamaan adalah badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya mengurus tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang keagamaan.

Badan pendidikan merupakan badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan pendidikan. Badan sosial termasuk yayasan adalah badan yang tidak mencari keuntungan dengan kegiatan utamanya menyelenggarakan:

  • pemeliharaan kesehatan;
  • pemeliharaan orang lanjut usia atau panti jompo;
  • pemeliharaan anak yatim dan/atau piatu dan penyandang disabilitas;
  • penanganan ketunaan sosial, ketelantaran, dan penyimpangan perilaku;
  • santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam, kecelakaan, dan sejenisnya;
  • pemberian beasiswa; dan/atau
  • pelestarian lingkungan hidup;

Koperasi yang dimaksud merupakan badan sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan di bidang perkoperasian. Kemudian, orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil adalah orang pribadi yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria:

  • memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
  • memiliki peredaran usaha setahun sampai dengan Rp2,5 miliar.

“Ketentuan mengenai tata cara penilaian dan penghitungan atas keuntungan karena pengalihan harta … diatur dalam peraturan menteri,” bunyi penggalan Pasal 6 ayat (4) PP 55/2022.

Ketentuan Hibah bagi Pihak Penerima

Berdasarkan pada Pasal 7 ayat (1) PP 55/2022, harta hibahan dikecualikan dari objek PPh sepanjang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1 derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil.

Kemudian, syarat yang harus dipenuhi agar harta hibahan dikecualikan dari objek PPh adalah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan.

“Harta hibahan … dapat berbentuk uang atau barang,” bunyi penggalan Pasal 7 ayat (2) PP 55/2022.

Adapun sama seperti ketentuan penghitungan atas keuntungan pengalihan harta bagi pemberi, tata cara penilaian dan penghitungan atas harta hibahan yang berbentuk barang sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (2) PP 55/2022 diatur dalam peraturan menteri.

Definisi Hubungan

Sesuai dengan Penjelasan Pasal 6 ayat (2) huruf b, yang dimaksud dengan ‘hubungan dengan usaha di antara pihak yang bersangkutan’ adalah hubungan yang terjadi jika terdapat transaksi yang bersifat rutin antara pihak pemberi dan pihak penerima.

Kemudian, ‘hubungan dengan pekerjaan di antara pihak yang bersangkutan’ adalah hubungan yang terjadi jika terdapat hubungan berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima.

Lalu, ‘hubungan dengan kepemilikan di antara pihak yang bersangkutan’ adalah hubungan yang terjadi jika terdapat penyertaan modal secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima.

Selanjutnya, ‘hubungan dengan penguasaan di antara pihak yang bersangkutan’ adalah hubungan yang terjadi jika terdapat penguasaan secara langsung atau tidak langsung antara pihak pemberi dan pihak penerima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) huruf b UU PPh. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.