Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebut reimbursement layanan kesehatan bagi pegawai dapat dikategorikan sebagai natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh sesuai dengan PMK 66/2023.
DJP menjelaskan reimbursement layanan kesehatan oleh pegawai bisa dikategorikan sebagai natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek PPh apabila pemberian layanan kesehatan tersebut memenuhi unsur kedaruratan.
"Mengingat kondisi kedaruratan bagi pegawai, mekanisme reimbursement tersebut termasuk dalam pengertian fasilitas kesehatan dan pengobatan yang dikecualikan dari objek PPh," tulis DJP dalam FAQ PMK 66/2023, dikutip pada Jumat (15/12/2023).
Fasilitas kesehatan yang dimaksud ialah fasilitas yang diterima pegawai dan diberikan dalam rangka penanganan kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, kedaruratan penyelamatan jiwa, atau perawatan dan pengobatan lanjutan sebagai akibat dari kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.
Namun, perlu dicatat, bahwa reimbursement layanan kesehatan secara umum sesungguhnya adalah imbalan kerja dalam bentuk uang dan bukanlah cakupan dari PMK 66/2023.
Natura adalah imbalan dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan dari pemberi kerja kepada penerima. Sementara itu, kenikmatan adalah imbalan dalam bentuk hak pemanfaatan fasilitas atau pelayanan.
Imbalan berbentuk natura dan kenikmatan resmi menjadi objek PPh bagi penerimanya dan dapat dibiayakan oleh pemberi imbalan seiring dengan berlakunya ketentuan PPh dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Pemberi kerja yang memberikan imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan kepada pegawainya memiliki kewajiban memotong PPh Pasal 21 atas imbalan nontunai tersebut. Pemotongan dilakukan sepanjang natura atau kenikmatan tidak dikecualikan dari objek PPh. (rig)