Laporan Belanja Perpajakan 2022.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan mengestimasi belanja perpajakan 2022 mencapai Rp323,5 triliun atau sebesar 1,65% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan nilai tersebut meningkat 4,4% dibandingkan dengan belanja perpajakan tahun sebelumnya yang senilai Rp310 triliun atau 1,83% PDB. Menurutnya, belanja perpajakan dilaksanakan untuk mendukung pemulihan ekonomi.
"Belanja perpajakan memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga daya beli masyarakat serta mendukung pertumbuhan ekonomi," katanya, dikutip pada Jumat (15/12/2023).
Febrio mengatakan kebijakan belanja perpajakan telah dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan UMKM. Selain itu, belanja perpajakan juga berperan menciptakan iklim usaha yang kondusif dan meningkatkan daya saing serta memberikan dorongan yang kuat untuk peningkatan aktivitas investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Dia menjelaskan pemerintah merancang kebijakan belanja perpajakan yang terarah dan terukur untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang optimal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan ini dirancang untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi global dan domestik, mendukung pemulihan sektor kesehatan, menjaga kelangsungan bisnis, dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Belanja perpajakan juga didesain dengan mempertimbangkan kebutuhan sektor-sektor penting dalam perekonomian, termasuk investasi, riset, pengembangan SDM, dan UMKM. Nilai belanja perpajakan pun meningkat secara terukur seiring dengan pertumbuhan ekonomi, kegiatan produksi, dan konsumsi masyarakat.
Berdasarkan jenis pajak, PPN masih mendominasi nilai belanja perpajakan yaitu mencapai lebih dari setengah total belanja perpajakan. Pada 2022, belanja perpajakan PPN mencapai Rp192,8 triliun atau 59,6% dari total belanja perpajakan. Sementara itu, belanja perpajakan PPh mencapai Rp113,9 triliun atau 35,2% dari total belanja perpajakan.
Berdasarkan tujuan kebijakannya, nilai belanja perpajakan terbesar yakni untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang mencapai Rp162,4 triliun atau sebesar 50,2% dari total belanja perpajakan 2022. Mayoritas belanja ini diberikan dalam bentuk pengecualian barang dan jasa kena pajak seperti bahan kebutuhan pokok senilai Rp38,6 triliun, jasa angkutan umum Rp14,3 triliun, serta jasa pendidikan dan kesehatan masing-masing Rp20,8 triliun dan Rp5,8 triliun.
Selanjutnya, UMKM menerima manfaat senilai Rp69,7 triliun atau 21,5% dari total belanja perpajakan. Insentif tersebut diberikan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih adil yang dapat mendorong usaha mikro, kecil, dan menengah semakin berkembang.
Sementara itu, untuk peningkatan iklim investasi dan dukungan kepada dunia bisnis, pemerintah memberikan berbagai fasilitas antara lain tax holiday, tax allowance, dan penurunan tarif PPh bagi perseroan terbuka yang pada 2022 masing-masing senilai Rp4,7 triliun, Rp416 miliar, dan Rp8,0 triliun.
Pada 2023, Febrio menyebut pemerintah juga tetap berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
"Kebijakan fiskal yang tepat dan insentif perpajakan yang strategis akan terus menjadi pilar dalam upaya mencapai tujuan tersebut," ujarnya. (sap)