Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – PMK 96/2023 terkait dengan ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman resmi berlaku. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (18/10/2023).
Berlakunya PMK 96/2023 mulai 17 Oktober 2023 atau lebih cepat dari semula 17 November 2023. Percepatan implementasi ini dilakukan otoritas melalui penerbitan PMK 111/2023. Salah satu pertimbangannya adalah dalam rangka melindungi industri dalam negeri.
“Ketentuan Pasal 76 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 Tahun 2023 … , diubah sehingga berbunyi sebagai berikut … peraturan menteri ini mulai berlaku pada tanggal 17 Oktober 2023,” bunyi penggalan Pasal I PMK 111/2023.
Direktur Teknis Kepabeanan DJBC Fadjar Donny Tjahjadi sebelumnya menjelaskan Presiden Joko Widodo meminta implementasi PMK 96/2023 dipercepat. Menurutnya, presiden ingin impor barang konsumsi, terutama barang berharga murah, dikendalikan.
Selain mengenai ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman resmi berlaku, ada pula ulasan terkait dengan pajak minimum global.
Ketentuan selain waktu implementasi PMK 96/2023 tidak berubah. Terdapat 6 pokok pengaturan dalam PMK 96/2023. Pertama, skema kemitraan antara penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) yang semula bersifat sukarela menjadi mandatory.
Kedua, perlakuan PPMSE yang semula hanya sebagai sebagai mitra DJBC atau pihak ketiga kini diperlakukan sebagai importir. Dengan ketentuan tersebut, PPMSE memiliki kewajiban sebagaimana diatur di dalam UU kepabeanan.
Ketiga, penambahan daftar barang yang dikenai bea masuk dengan tarif umum (most favoured nation/MFN) apabila diimpor dengan mekanisme impor barang kiriman, dari 4 barang menjadi 9 barang.
Keempat, penegasan mengenai consignment note (CN) sebagai pemberitahuan pabean yang elemen datanya juga bertambah. PMK 96/2023 pun turut mengatur perubahan atas kesalahan data serta pembatalan CN.
Kelima, sistem pemberitahuan pabean dan penetapan tarif/nilai pabean barang hasil perdagangan, yang semula bersifat official assessment kini menjadi self assessment.
Keenam, ketentuan ekspor barang kiriman dari yang semula tidak diatur. Pengaturan ini diperlukan untuk mempermudah UMKM melakukan ekspor, termasuk mengajukan restitusi pajak. Simak beberapa ulasan mengenai PMK 96/2023 pada laman berikut. (DDTCNews)
PMK 96/2023 s.t.d.d PMK 111/2023 memuat ketentuan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko terhadap impor barang kiriman.
Kepala Subdirektorat Impor DJBC Chotibul Umam mengatakan terhadap barang kiriman akan dilakukan pemindaian dengan menggunakan alat pemindai elektronik (x-ray). Apabila diperlukan, atas barang tersebut akan dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen.
"Ini perlu dipahami juga oleh masyarakat bahwa Bea Cukai punya kewenangan untuk melakukan pemeriksaan, dan tidak seluruh barang yang dikirim itu dilakukan pemeriksaan fisik," katanya. (DDTCNews)
Kantor Staf Kepresidenan (KSP) mendukung penggodokan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penilai yang kini sudah masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023. Namun, ada sejumlah catatan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU Penilai tersebut.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebutkan profesi penilai yang bergerak di berbagai bidang membutuhkan payung hukum untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi mereka.
"Profesi penilai memiliki peran penting dalam pembangunan nasional. Sebab, para penilai menjalankan mandat dari negara untuk melakukan penilaian, yang menjadi salah satu tahapan dalam pengadaan tanah, termasuk dalam pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN)," kata Moeldoko. (DDTCNews)
Wakil Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Perpajakan OECD David Bradbury mengatakan pada saat ini, masih banyak perusahaan yang dibebani pajak dengan tarif efektif di bawah 15% atas labanya. Padahal, yurisdiksinya menerapkan PPh badan (statutory tax rate) di atas 15%.
"Artinya, pajak minimum global amat penting untuk semua yurisdiksi, termasuk negara berkembang dan negara yang menerapkan pajak dengan tarif statutori tinggi," tuturnya.
Saat ini, 30% penghasilan di yurisdiksi berpenghasilan rendah hingga tinggi dikenai pajak dengan tarif efektif di bawah 15%. Laba itu akan dikenai top-up tax sesuai dengan pajak minimum global. (DDTCNews)
Kementerian Keuangan menyatakan akan terus memantau secara cermat dampak perlambatan ekonomi global terhadap ekspor nasional.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan perlambatan ekonomi global menjadi tantangan yang makin kompleks dalam beberapa waktu terakhir. Meski demikian, pemerintah tetap optimistis dan berkomitmen mengatasi dampak dari perlambatan global tersebut.
"Pemerintah juga telah menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama," katanya. (DDTCNews) (kaw)