Ilustrasi. Sejumlah warga melewati tas tangan Button Scarves di Pusat Perbelanjaan Pavillion, Bukit Bintang, Kuala Lumpur, Malaysia, Sabtu (26/8/2023). ANTARA FOTO/ Rafiuddin Abdul Rahman/hp..
JAKARTA, DDTCNews – Industri mode atau fesyen seakan menjadi industri yang tidak pernah ada matinya. Sejak ditemukannya mesin jahit pada 1850 hingga masuk era modern, industri fesyen terus berkembang mengikuti tren yang silih berganti.
Dalam industri ini, terdapat produk yang diproduksi secara massal untuk memenuhi kebutuhan dasar dan ada pula produk yang diproduksi khusus dengan kualitas terjaga. Produk khusus dengan kualitas terjaga umumnya diberi harga lebih mahal, bahkan ada yang tergolong produk mewah.
Selain busana, tas mewah juga kerap menjadi buruan para pecinta barang branded. Berkembangnya media sosial, membuat kita makin mudah mendapati banyaknya selebritas, pengusaha, hingga crazy rich, yang menenteng tas-tas dengan harga fantastis.
Tas-tas dengan harga ratusan hingga miliaran rupiah tersebut identik sebagai barang mewah. Lantas, apakah tas-tas tersebut dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM)?
Kendati tergolong barang mewah karena memiliki harga fantastis, tas mewah bukan merupakan objek PPnBM. Lampiran PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023 tidak mencantumkan tas mewah sebagai barang kena pajak (BKP) tergolong mewah yang dikenakan PPnBM.
Hal ini berarti tas-tas mewah tersebut tidak dikenakan PPnBM. Kendati demikian, tas-tas mewah sempat dikenakan PPnBM sebelum 2015. Bahkan, sebelum 2015, PPnBM dikenakan tidak hanya terhadap tas mewah, tetapi beragam jenis tas.
Jejak pengenaan PPnBM atas tas di antaranya dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 121/2013. Merujuk lampiran beleid itu, beragam jenis tas, di antaranya tas eksekutif, dengan nilai impor atau harga jual Rp5 atau lebih per buah dikenakan PPnBM dengan tarif 40%.
Namun, pengenaan PPnBM atas sejumlah jenis tas dicabut pada pertengahan 2015 melalui PMK 106/2015. Untuk itu, beragam jenis tas, termasuk tas mewah, tidak lagi dikenakan PPnBM semenjak pertengahan 2015.
Melansir sejumlah pemberitaan di media massa, penghapusan PPnBM atas tas mewah juga dilakukan karena banyaknya masyarakat yang memilih membeli tas mewah di luar negeri. Untuk itu, kebijakan penghapusan PPnBM diharapkan dapat membuat harga tas mewah di dalam negeri lebih bersaing.
Kendati tidak dikenakan PPnBM, terdapat banyak kewajiban perpajakan yang melekat pada tas-tas mewah. Kewajiban pajak tersebut tergantung pada apakah tas mewah dari luar negeri dibawa melalui skema barang bawaan atau barang kiriman.
Misal, tas mewah tersebut melalui skema barang kiriman maka kewajiban perpajakannya meliputi meliputi bea masuk antara 15%-20% (tergantung jenis tas), PPN dengan tarif 11%, dan PPh Pasal 22 Impor dengan tarif antara 7,5% hingga 10%. (rig)