Ilustrasi. Gedung Mahkamah Konstitusi
JAKARTA, DDTCNews - Pemohon bernama Surianingsih dan PT Putra Indah Jaya melalui kuasa hukumnya, Cuaca Teger dan Shinta Donna Tarigan, memperbaiki permohonan pengujian materiil atas Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam perbaikan permohonan, Cuaca mengatakan pemohon mengajukan perbaikan terhadap petitum kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai dengan nasihat yang diberikan oleh majelis dalam persidangan sebelumnya.
"Petitum diperbaiki, ada perubahan pada petitum berkaitan dengan Pasal 43A ayat (1) dan Pasal 43A ayat (4), sebagaimana dapat dilihat pada halaman 74 sampai 75. Argumentasi dalam posita diperkuat untuk mendukung petitum, sehingga ada keterkaitan argumentasi dalam legal standing, posita, dan petitum yang diminta," katanya, dikutip pada Selasa (12/9/2023).
Dalam petitum yang baru, pemohon memohon majelis hakim MK menyatakan frasa pemeriksaan bukti permulaan (bukper) sebelum penyidikan pada Pasal 43A ayat (1) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Frasa pemeriksaan bukper sebelum penyidikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai terhadap tindakan-tindakan pemeriksaan bukper tindak pidana perpajakan, yaitu: ...dapat diajukan upaya hukum praperadilan ke pengadilan negeri.
Tindakan pemeriksaan bukper yang dimaksud adalah meminjam atau memeriksa dokumen wajib pajak, mengakses data yang dikelola secara elektronik, memasuki atau memeriksa tempat tertentu yang diduga menjadi tempat penyimpanan dokumen, dan menyegel tempat ataupun barang tertentu.
Selanjutnya, pemohon juga memohon MK menyatakan frasa tata cara pemeriksaan bukper tindak pidana perpajakan pada Pasal 43A ayat (4) UU KUP bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai hanya berkenaan dengan hal-hal yang bersifat teknis administratif dan bukan pembatan dan/atau perluasan hak dan kewajiban warga negara.
"Apabila majelis hakim MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ujar Cuaca dikutip dari situs web MK.
Menanggapi perbaikan permohonan yang disampaikan oleh kuasa hukum pemohon, Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul menuturkan perbaikan akan dilaporkan dan selanjutnya dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH).
"Kami umumkan sekali lagi. Bagaimana nanti hasil RPH mengenai soal permohonan ini, apakah dilanjutkan atau cukup sampai tingkat ini. Nanti, akan diberitahukan kepada pemohon ataupun kuasanya," tutur Manahan. (rig)