Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Koordinator (Kemenko) Perekonomian menegaskan kebijakan pemerintah terkait dengan devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) pada PP 36/2023 bukanlah hal baru.
Sekretaris Kemenko Perekonomian Susiwijono mengatakan sejak 2011 Bank Indonesia (BI) telah memberlakukan ketentuan monitoring DHE. Sebagai kelanjutannya, pada 2019 pemerintah menetapkan PP 1/2019 yang mewajibkan eksportir untuk memasukkan DHE SDA ke sistem keuangan Indonesia lewat rekening khusus DHE SDA.
"PP 36/2023 bukan barang baru, 2010-2011 kita sudah jalankan policy DHE. Sehingga ini bukan hal baru bagi eksportir, khususnya eksportir SDA," ujar Susi, dikutip Jumat (1/9/2023).
Melalui PP 36/2023, pemerintah mewajibkan eksportir SDA dengan nilai ekspor lebih dari US$250.000 per pemberitahuan pabean ekspor (PPE) untuk menempatkan 30% dari DHE SDA-nya ke instrumen penempatan DHE SDA selama 3 bulan.
Adapun instrumen penempatan DHE SDA yang dimaksud yakni rekening khusus DHE SDA dalam valas, instrumen perbankan berupa deposito valas, instrumen keuangan LPEI berupa promissory note, dan term deposit valas DHE dari BI.
Instrumen penempatan DHE SDA tersebut dapat dimanfaatkan sebagai agunan kredit rupiah, underlying transaksi swap antara nasabah dan bank, serta underlying transaksi swap lindung nilai antara bank dan BI. Swap antara bank dan BI dilaksanakan untuk kepentingan nasabah eksportir DHE SDA.
Dalam rangka mengawasi kepatuhan eksportir dalam menempatkan DHE SDA di dalam negeri, BI mewajibkan eksportir untuk hanya menggunakan 1 nomor pokok wajib pajak (NPWP) untuk semua kegiatan terkait DHE SDA. NPWP menjadi identitas eksportir dalam memasukkan, menempatkan, dan memanfaatkan DHE SDA.
Eksportir yang tidak memenuhi kewajiban penempatan DHE SDA di dalam negeri sesuai dengan PP 36/2023 akan dikenai sanksi penangguhan layanan ekspor secara periodik. Sanksi dikenakan oleh Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berdasarkan pengawasan dari BI dan OJK. (sap)