Founder DDTC Darussalam saat memberikan paparan dalamĀ acara Regular Tax DiscussionĀ (RTD)Ā yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Kamis (20/7/2023).
JAKARTA, DDTCNews - Founder DDTC Darussalam mengajak akademisi perpajakan di Indonesia untuk melakukan riset dan kajian atas putusan-putusan pajak yang ditetapkan oleh hakim pajak di Pengadilan Pajak ataupun Mahkamah Agung (MA).
Dalam acara yang digelar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), Darussalam mengatakan akademisi pajak seyogianya mengambil peran untuk menganalisis dan memberikan kritik yang membangun terhadap putusan-putusan yang ditetapkan oleh hakim atas suatu sengketa.
"Ini telah menjadi tradisi di negara-negara maju. Ketika putusan Pengadilan Pajak dipublikasikan, banyak akademisi menulis dan mengkritisi sebagai kritik yang membangun terkait dengan putusan tersebut," katanya, Kamis (20/7/2023).
Terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26/PUU-XXI/2023 seharusnya dapat menjadi tonggak awal bagi akademisi Indonesia untuk memulai tradisi tersebut di Indonesia.
Hingga saat ini, akademisi Indonesia belum memiliki tradisi untuk menganalisis putusan Pengadilan Pajak atau MA atas suatu sengketa pajak. Padahal, tradisi ini diperlukan untuk menjaga konsistensi dan kualitas putusan.
"Analisis bisa menjadi pegangan bersama bagi semua stakeholder untuk memilah dan melihat kasus-kasus yang sama itu diputus seperti apa," ujar Darussalam yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Tax Center dan Akademisi Pajak Seluruh Indonesia (PERTAPSI).
Merujuk pada praktik di Finlandia, terdapat 5 kriteria yang menjadi landasan untuk mengukur kualitas dari suatu putusan. Pertama, aspek legalitas dari putusan atau interpretasi hukum yang sesuai dengan fakta. Kedua, penggunaan yurisprudensi, sumber hukum, dan karakteristik kasus.
Ketiga, putusan disertai dengan alasan. Keempat, kualitas analisis dan konsistensi hakim dalam memutus. Kelima, putusan memiliki struktur yang komprehensif.
MK sebelumnya telah mengeluarkan Putusan MK Nomor 26/PUU-XXI/2023 yang memerintahkan agar pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan Pengadilan Pajak harus dialihkan ke MA paling lambat pada 31 Desember 2026.
Berdasarkan putusan tersebut, MK menyatakan frasa Departemen Keuangan pada Pasal 5 ayat (2) UU 14/2002 tentang Pengadilan Pajak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai menjadi MA yang secara bertahap dilaksanakan paling lambat 31 Desember 2026.
Dengan demikian, Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak selengkapnya berbunyi Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh MA yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2026. (rig)