BERITA PAJAK SEPEKAN

Tak Ada Skema Keberatan Atas SP2DK, Surat Paksa Diumumkan via Online

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 24 Juni 2023 | 08.15 WIB
Tak Ada Skema Keberatan Atas SP2DK, Surat Paksa Diumumkan via Online

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menegaskan tidak ada mekanisme keberatan atas Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) yang dikirimkan kepala KPP kepada wajib pajak. Isu ini cukup mendapat sorotan oleh netizen sepanjang sepekan terakhir. 

Karena tidak ada mekanisme keberatan, wajib pajak diimbau untuk merespon SP2DK yang diterima, dengan memberikan penjelasan atau tanggapan atas SP2DK. 

Adapun tanggapan dapat dilakukan wajib pajak dalam jangka 14 hari sejak menerima SP2DK. Sesuai dengan ketentuan dalam SE-05/PJ/2022, terdapat 3 cara yang diberikan kepada wajib pajak untuk menyampaikan tanggapan atas SP2DK.

Pertama, tanggapan secara tatap muka dengan datang langsung ke KPP terdaftar. Kedua, pertemuan dengan account representative melalui media audio visual. Ketiga, penjelasan secara tertulis yang dikirimkan kepada KPP terdaftar.

"Silakan segera memberikan penjelasan/tanggapan atas SP2DK kepada AR. Untuk format khusus terkait pemberian penjelasan/tanggapan tidak diatur khusus," imbuh DJP. 

Baca artikel lengkapnya, 'Soal SP2DK, DJP: Tidak Ada Mekanisme Keberatan'.

Topik lainnya mengenai cara pemberitahuan surat paksa kepada penanggung pajak yang kini bisa disampaikan secara online melalui situs resmi DJP. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 61/2023

Cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mengumumkan melalui situs resmi DJP atau situs lain yang ditunjuk oleh pejabat," bunyi Pasal 18 ayat (3) PMK 61/2023.

Cara lain ini ditempuh dalam hal penanggung pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usahanya, atau tempat kedudukannya.

Selain diumumkan lewat situs resmi DJP atau situs resmi lainnya, surat paksa juga dapat diberitahukan lewat penempelan surat paksa di kantor pejabat yang menerbitkan surat paksa atau diumumkan melalui media massa.

Baca artikel lengkapnya, 'PMK Baru, Surat Paksa Bisa Diumumkan Lewat Situs Resmi DJP'.

Selain 2 topik di atas, masih ada pemberitaan lain yang menarik untuk disimak kembali. Di antaranya, tentang aturan bantuan penagihan pajak lintas yurdiksi, terbitnya PP KUP Daerah, skema pelaporan SPT Masa PPN sehubungan dengan libur Iduadha, hingga rencana redenominasi rupiah.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

1. PMK Baru! Aturan Bantuan Penagihan Pajak Lintas Yurisdiksi Diperbarui 

Pemerintah memperbarui tata cara pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan yurisdiksi mitra seiring dengan ditetapkannya PMK 61/2023.

PMK 61/2023 dirilis untuk mengakomodasi perubahan-perubahan pada UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) setelah berlakunya UU 7/2021 di antaranya terkait dengan pelaksanaan bantuan penagihan pajak dengan yurisdiksi mitra.

"Bantuan penagihan pajak adalah fasilitas bantuan penagihan pajak yang terdapat di dalam perjanjian internasional yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah Indonesia dan pemerintah negara mitra atau yurisdiksi mitra secara resiprokal…," bunyi Pasal 1 angka 28 PMK 61/2023.

2. Pemerintah Akhirnya Terbitkan PP Ketentuan Umum Pajak Daerah

Pemerintah resmi menerbitkan aturan turunan dari ketentuan perpajakan daerah pada UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Aturan turunan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (KUPDRD) yang diundangkan oleh pemerintah pada 16 Juni 2023.

"Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 84 ayat (2), Pasal 86 ayat (3), Pasal 89, Pasal 95 ayat (3), Pasal 97 ayat (5), Pasal 98 ayat (14), Pasal 99 ayat (7), dan Pasal 101 ayat (6) UU HKPD…perlu menetapkan PP KUPDRD," bunyi bagian pertimbangan PP 35/2023.

Secara umum, PP 35/2023 memuat ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemungutan opsen, persentase penerimaan pajak daerah yang dialokasikan untuk program tertentu (earmarking), retribusi, hingga ketentuan umum dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi.

3. Notaris yang Tidak Minta Bukti Lunas BPHTB Didenda Rp10 Juta

Pemerintah memutuskan menaikkan tarif sanksi administrasi denda atas pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau notaris yang tidak melaksanakan kewajibannya terkait dengan bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (BPHTB).

Dalam Pasal 60 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah (PP) 35/2023, PPAT atau notaris memiliki kewajiban untuk meminta bukti pembayaran BPHTB kepada wajib pajak sebelum menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Bila kewajiban ini tidak dilakukan, PPAT atau notaris bakal dijatuhi denda senilai Rp10 juta. "Denda sebesar Rp10 juta untuk setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a," bunyi Pasal 60 ayat (2) huruf a PP 35/2023.

4. Libur Iduladha, Ini Kata DJP Soal Deadline Lapor SPT Masa PPN Mei 2023 

Ditjen Pajak (DJP) menyampaikan informasi mengenai pelaporan SPT Masa PPN sehubungan dengan adanya cuti bersama Iduladha.

Melalui unggahan di media sosial, DJP mengatakan sesuai dengan Pasal 11 PMK 243/2014, pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Sesuai dengan Pasal 12 ayat (1) PMK tersebut, jika batas akhir bertepatan dengan hari libur, pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya. Hari libur yaitu Sabtu, Minggu, hari libur nasional, hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilu, atau cuti bersama secara nasional.

“Secara ketentuan, untuk SPT PPN Masa Mei 2023 dilaporkan paling lambat akhir bulan berikutnya, yaitu 30 Juni 2023. Namun, karena 30 Juni 2023 bertepatan dengan hari libur maka pelaporan dapat dilakukan paling lambat pada hari kerja berikutnya, yaitu 3 Juli 2023,” tulis DJP.

5. Ubah Rp 1.000 Jadi Rp 1, BI Klaim Sudah Lakukan Berbagai Persiapan

Bank Indonesia (BI) menyatakan telah siap melaksanakan redenominasi rupiah dengan menghapus 3 digit angka nol.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan otoritas telah melakukan beberapa persiapan untuk redenominasi rupiah. Meski demikian, rencana redenominasi tidak akan dilaksanakan secara terburu-buru.

"Redenominasi sudah kami siapkan dari dulu. Masalah desainnya, kemudian juga masalah tahapan-tahapannya," katanya. 

Seperti apa persiapan yang sudah dilakukan BI? Klik tautan pada judul di atas. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.