Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak orang pribadi yang menyampaikan SPT Tahunan PPh lebih bayar hingga Rp100 juta tetap mempunyai pilihan skema restitusi. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (17/5/2023).
Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Teguh Budiharto mengatakan dengan adanya PER-5/PJ/2023, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dengan Pasal 17B atau 17D UU KUP akan ditindaklanjuti sesuai ketentuan Pasal 17D UU KUP (restitusi dipercepat).
“Sebenarnya pilihan. Wajib pajak bisa memilih mau restitusi diperiksa (17B) atau melalui penelitian (17D). Nah, melalui PER ini [PER-5/PJ/2023], kami men-trigger -nya default-nya sudah kembaliin semua saja dulu,” ujarnya. Simak pula 'Ingat, Restitusi Dipercepat PER-5/PJ/2023 Hanya untuk Wajib Pajak Ini'.
Namun, sesuai dengan Pasal 2 ayat (7) PER-5/PJ/2023, wajib pajak bisa juga tidak menyetujui tindak lanjut dengan Pasal 17D UU KUP. Wajib pajak harus menyampaikan tanggapan kepada dirjen pajak sebelum penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).
Selain mengenai restitusi dipercepat atas SPT Tahunan PPh lebih bayar hingga Rp100 juta, ada pula ulasan terkait dengan pajak UMKM. Kemudian, ada pula ulasan mengenai pengenaan pajak atas tiket konser.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (8) PER-5/PJ/2023, terhadap wajib pajak yang menyampaikan tanggapan ketidaksetujuan skema restitusi Pasal 17D UU KUP, dirjen pajak menindaklanjuti permohonan berdasarkan pada Pasal 17B UU KUP.
“Memang wajib pajak bisa aja kalau dia menyatakan tetap mau diperiksa, ya mangga. Kalau tetap diperiksa maka ketentuannya normal seperti biasanya,” kata Direktur Peraturan Perpajakan II DJP Teguh Budiharto. (DDTCNews)
Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto mengatakan pemerintah menyediakan skema PPh final dengan tarif kecil dan mekanisme penghitungan yang mudah untuk membantu UMKM. Namun, wajib pajak UMKM juga tetap dapat memilih menggunakan tarif umum PPh badan.
"Boleh memilih. Ada yang bisa memakai tarif Pasal 17 [UU PPh]. Namun sekali lagi, yang disajikan kan kemudahan [melalui skema PPh final]," katanya.
Di sisi lain, wajib pajak tetap dapat memilih menggunakan tarif umum Pasal 17 UU PPh. Apabila memilih skema tersebut, wajib pajak harus dapat menunjukkan penghasilan netonya melalui pembukuan. Jika memilih tarif umum PPh badan, wajib pajak tidak dapat memakai skema PPh final. (DDTCNews)
Tiket konser atau pertunjukan musik tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN). Tiket konser music bukan objek PPN. Kendati tidak kena PPN, tiket konser musik dikenai pajak daerah yang merupakan wewenang pemerintah daerah (pemda).
"Tiket konser tidak dikenai PPN karena bukan objek PPN, tetapi dikenai pajak sesuai dengan UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Yang tarifnya ditentukan pemda masing-masing," jelas DJP melalui unggahan di media sosial. (DDTCNews)
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengimbau pemda untuk menyiapkan peraturan kepala daerah hingga standard operating procedure (SOP) sebelum melaksanakan pendataan potensi pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD).
Kasubdit Pendapatan Daerah Wilayah IV Ditjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri Raden An'an A. Hikmat mengatakan peraturan kepala daerah perlu mengatur secara umum tentang tata cara pelaksanaan pendataan potensi PDRD sesuai dengan kebutuhan di daerah masing-masing.
"Cukup diatur di situ tentang tata cara pendataan dan menyatakan perintah untuk menganggarkan kegiatan [pendataan]," ujar An'an. (DDTCNews)
Jika mendapatkan data dan informasi yang berbeda dengan Surat Pemberitahuan (SPT) dari wajib pajak, DJP akan menindaklanjutinya. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan tindak lanjut yang dimaksud bisa berupa permintaan klarifikasi (dalam tahap pengawasan) ataupun pemeriksaan.
“Kalau kami mendapatkan data dan informasi yang berbeda dengan SPT, pasti ditindaklanjuti,” katanya.
Dalam tahap pengawasan, otoritas bisa meminta klarifikasi dari wajib pajak terkait dengan adanya perbedaan data dan informasi. Permintaan klarifikasi tersebut dilakukan melalui penyampaian Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK).
“Kalau memang [dari] risk management CRM-nya kita keluar [risiko ketidakpatuhan], mungkin kita lakukan pemeriksaan. Jadi, … data kami dapatkan, kami uji dengan data yang kami miliki. [Jika] ada perbedaan, kami sampaikan dalam konteks pengawasan maupun pemeriksaan,” imbuh Suryo. (DDTCNews) (kaw)