JAKARTA, DDTCNews – Strategi pengamanan target penerimaan pajak melalui extra effort masih belum memiliki dampak yang signifikan. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Rabu (13/11/2019).
Berdasarkan laporan tahunan Ditjen Pajak (DJP), penerimaan dari extra effort – melihat penerimaan dari ekstensifikasi maupun pemeriksaan bukti permulaan, penagihan piutang pajak, hingga penerimaan dari pemeriksaaan – pada 2018 hanya Rp117,1 triliun.
Jumlah tersebut hanya mencapai 8,9% dari total realisasi penerimaan pajak pada tahun lalu senilai Rp1.313,3 triliun. Jika kondisi yang sama terjadi pada tahun ini, shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak akan membengkak.
Apalagi, berdasarkan data Kemenkeu, realisasi penerimaan pajak selama Januari—Agustus 2019 tercatat senilai Rp801,16 triliun atau 50,78% dari target APBN 2019 senilai Rp1.577,5 triliun. Realisasi itu sekaligus mencatat pertumbuhan 0,21%.
Sebelumnya, otoritas memaparkan outlook realisasi penerimaan tahun ini senilai Rp1.437,1 triliun atau shortfall sekitar Rp140,4 triliun. Melihat realisasi tersebut, proyeksi shortfall diestimasi akan melebar.
Dirjen Pajak Suryo Utomo tidak menampik jika strategi yang masuk dalam extra effort diperkirakan tidak bisa menyelamatkan realisasi penerimaan pajak pada tahun ini. Dia mengaku masih terus melakukan konsolidasi untuk melihat beberapa sektor yang masih berpotensi besar dalam menyumbang penerimaan pajak.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti laporan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) yang menyatakan adanya penahanan lebih dari 1.000 unit kontainer yang diduga berisi limbah impor. Kontainer tersebut ditahan di Pelabuhan Tanjung Priok.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Ketua Komite Perpajakan Apindo Siddhi Widyaprathama meminta agar extra effort yang cenderung dilakukan melalui intensifikasi bisa diminimalisasi. Hal tersebut mengingat kondisi perekonomian saat ini masih cenderung lesu.
Dia meminta agar extra effort dilakukan dalam konteks ekstensifikasi. Dengan demikian, sasaran otoritas adalah wajib pajak yang selama ini belum memenuhi kewajiban perpajakannya. Hal ini bisa dilihat dari kepemilikan NPWP maupun ketidak sesuaian profil wajib pajak dalam pelaporan.
“Sebaiknya extra effort diminimalisasi karena nanti membuat situasi tambah tidak kondusif. Kalau extra effort silakan untuk mereka yang belum punya NPWP, ataupun punya NPWP tidak patuh pajak ataupun bayar pajak namun tidak sesuai dengan profilnya,” jelasnya.
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi DJBC Deni Surjantoro mengatakan hingga 17 September 2019, DJBC baru bisa memeriksa 16 kontainer dari total ribuan kontainer yang ditahan di Tanjung Priok. Dari jumlah tersebut, 14 kontainer telah memenuhi syarat. Sementara, 2 kontainer lain tidak memenuhi syarat sehingga diekspor kembali.
Hingga pertengahan September 2019, masih tersisa 1.008 kontainer limbah impor di Tanjung Priok. Memasuki Oktober 2019, jumlah tersebut bertambah menjadi 1.064 kontainer. Jika menggabungkan empat pintu masuk (Batam, Tangerang, Tanjung Perak, dan Tanjung Priok), jumlahnya bisa mencapai 2.000 kontainer.
Berdasarkan data Ditjen Pajak (DJP) jumlah pengaduan yang masuk sampai dengan Senin (11/11/2019) sebanyak 70 pengaduan. Pengaduan terkait dengan sarana dan prasarana pelayanan perpajakan, kode etik dan/atau disiplin pegawai, dan tindakan pidana perpajakan.
Jumlah tersebut turun dibandingkan realisasi pada 2018 mencapai 200 pengaduan dan 2017 sebanyak 364 pengajuan. Adapun pengaduan wajib pajak disampaikan melalui Sistem Informasi Pengaduan Pajak (SIPP).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan penurunan jumlah pengaduan merupakan upaya DJP dalam meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak di berbagai aspek, termasuk digitalisasi pelayanan pajak. (kaw)