ADMINISTRASI PERPAJAKAN

Pakar: Kalau Mau Bikin Sistem Digital, Jangan Buka yang Manual

Redaksi DDTCNews
Rabu, 30 Oktober 2019 | 18.11 WIB
Pakar: Kalau Mau Bikin Sistem Digital, Jangan Buka yang Manual

Ilustrasi. (foto: recordnations.com)

DEPOK, DDTCNews – Sistem administrasi perpajakan kini tengah bergerak ke arah digitalisasi. Penerapan sistem berbasis elektronik tersebut harus dilakukan secara komprehensif.

Hal tersebut diungkapkan oleh pakar pajak yang juga profesor dari University of Sydney, Lee Burns dalam acara konferensi internasional Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia (UI) pada hari ini, Rabu (30/10/2019).

“Jika melakukan sistem administrasi secara digital maka harus dilakukan secara penuh untuk menciptakan efisiensi,” katanya dalam konferensi bertajuk ‘Strengthening Stategic Administrative Reform Policy to Promote Competitiveness and Innovation in Industrial Revolution 4.0: Opportunities and Challenges’ tersebut.

Secara alamiah, sambung Lee, sistem administrasi berbasis elektronik akan menciptakan efisiensi proses bisnis di tubuh otoritas pajak. Namun, hal tersebut harus dilakukan secara total dan komprehensif.

Pasalnya, jika otoritas masih membuka pelayanan berbasis manual maka akan menciptakan beban ganda dalam pemeliharaan sistem administrasi pajak. Alih-alih menciptakan efisensi, kondisi itu justru akan mengerek ongkos menjadi lebih tinggi.

“Otoritas harus memilih apakah mau menjalankan sistem secara digital atau manual. Karena kalau menjalankan sistem berbasis digital tapi masih membuka layanan manual akan membuat beban pemeliharaan akan dua kali ditanggung yakni memastikan sistem digital dan manual berjalan secara optimal,” ujarnya.

Selain itu, aspek kepercayaan wajib pajak juga harus dikantongi oleh otoritas. Menurutnya, sistem apapun yang dipilih untuk menjalankan administrasi perpajakan harus menjamin kerahasian data wajib pajak terjaga dengan baik.

Seperti diketahui, perbaikan administrasi pajak juga tengah dilakukan oleh DJP. Sejumlah kebijakan akan digulirkan untuk memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban kepada negara.

Rencana kebijakan tersebut ialah melakukan simplifikasi dalam menyetor Surat Pemberitahuan (SPT) masa PPh. Beberapa jenis SPT masa akan dilebur menjadi satu form sederhana yang bisa diisi oleh wajib pajak. Unifiksai SPT masa ini akan mencakup beberapa kewajiban seperti pemotongan dan pemungutan PPh.

Selain itu, otoritas juga akan melakukan perbaikan regulasi pajak dengan mengandalkan omnibus law. Skema perubahan tersebut tidak hanya untuk memberikan fasilitas kepada wajib pajak, tapi juga untuk meningkatkan posisi Indonesia dalam Ease of Doing Business (EoDB). (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.