JAKARTA, DDTCNews - Wacana untuk menurunkan tarif pajak terutama PPh badan kembali naik sebagai janji politik. Dua hal harus diperhatikan agar kebijakan pemangkasan tarif dapat sukses berjalan.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nawir Messi mengatakan kedua hal tersebut adalah ekstensifikasi wajib pajak. Kemudian transisi dalam penerapan kebijakan.
"Oleh karena itu, lebih baik diturunkan besaran tarif tapi perluas basisnya," katanya dalam diskusi Indef, Kamis (11/4/2019).
Menurut Nawir, opsi penurunan tarif menjadi logis untuk dilakukan saat ini. Pasalnya tarif PPh Badan yang sebesar 25% dinilai terlalu tinggi untuk ukuran Indonesia.
Selain itu, masih rendahnya pengawasan pajak menurutnya akan memicu wajib pajak untuk melakukan tax avoidance atau penghindaran pajak. Dengan demikian, opsi menurunkan tarif dan memperluas basis pajak menjadi relevan untuk dilakukan.
"Kalau tarif diturunkan orang akan digiring untuk berpikir dari pada menghindar maka lebih baik bayar ke kas negara. Ada suatu rate yang membuat orang menjadi indefferance, artinya tidak memihak saya bayar atau tidak. Itu yang harus dilakukan pemerintah," paparnya.
Kemudian faktor kedua yang harus diperhatikan dari pemangkasan tarif adalah waktu transisi. Kebijakan tersebut menurutnya dilakukan secara gradual dalam waktu dua tahun agar tidak menggerus penerimaan pajak.
"Oleh karena itu harus ada transisi mulai dari 6 bulan satu hingga dua tahun baru kemudian full implementation. Kalau enggak maka akan terjadi shock penerimaan karena petugas juga tidak siap. Jadi time frame paling lama itu 2 tahun lah jadi itu baru implentasi penuh jadi 2021 kalu diteken tahun ini," imbuhnya. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.