BERITA PAJAK HARI INI

Soal Pengukuhan PKP, DJP Sebut PMK 210/2018 Bersifat Khusus

Kurniawan Agung Wicaksono
Rabu, 16 Januari 2019 | 08.17 WIB
Soal Pengukuhan PKP, DJP Sebut PMK 210/2018 Bersifat Khusus

Ilustrasi Gedung DJP. 

JAKARTA, DDTCNews – Ketentuan terkait pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) dalam beleid baru tentang perlakuan perpajakan e-commerce berisiko menabrak regulasi setingkat undang-undang dan peraturan menteri keuangan lainnya. Hal ini menjadi bahasan beberapa media nasional hari ini, Rabu (16/1/2019).

Dalam pasal 3 ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan No.210/PMK.010/2018 disebutkan kewajiban untuk dikukuhkan sebagai PKP juga diberlakukan kepada penyedia platform marketplace, meskipun memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil.

Selain itu, pada pasal 3 ayat (10) juga dinyatakan pedagang atau penyedia jasa yang belum melewati batasan pengusaha kecil dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Hal ini berbeda dengan ketentuan bagi penyediaplatform marketplace yang diwajibkan.

Adapun ketentuan batasan pengusaha kecil ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 197/PMK.03/2013. Regulasi ini merupakan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Padahal, dalam beleid ini, yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha yang sampai dengan suatu bulan dalam satu tahun buku, memiliki jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi Rp4,8 miliar.

PMK tersebut merupakan aturan turunan dari ketentuan dalam pasal 3A Undang-Undang (UU) PPN. Dalam regulasi ini, pengusaha kecil dikecualikan dalam kewajiban melaporkan usaha dan dikukuhkan sebagai PKP. Namun, pasal 3A ayat (2) menyebut pengusaha kecil juga dapat memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Masih terkait dengan beleid perlakuan perpajakan e-commerce, beberapa media nasional menyoroti pengawasan yang dilakukan Ditjen Pajak pada platform media sosial. Selain itu, akan ada upaya untuk menarik para pelapak di media nasional untuk masuk ke platform marketplace.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • DJP Klaim PMK 210/2018 Lex Specialis

Terkait dengan kewajiban PKP bagi penyedia platform marketplace, meskipun memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil, Ditjen Pajak (DJP) angkat suara. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan PMK 210/2018 merupakan aturan yang bersifat khusus (lex specialis).

Menurutnya, ketentuan terkait PKP itu sudah sejalan dengan UU PPN yang mengatakan batasan pengusaha kecil ditetapkan oleh menteri keuangan melalui PMK. Dia menyebut dengan pertimbangan kekhususan, menteri keuangan bisa menetapkan batasan pengusaha kecil secara umum Rp4,8 miliar dan tanpa batasan untuk penyedia platform marketplace. “Itu kan boleh,” tutur Hestu.

  • Pengawasan Media Sosial

Hestu Yoga Saksama mengatakan DJP tidak membedakan perlakuan pajak antara pedagang online di media sosial dan platform marketplace. Untuk pedagang di media sosial, DJP akan terus meningkatkan kepatuhan pajak dengan melakukan pembinaan, edukasi, dan pengawasan.

  • Dorong Pedagang di Media Sosial Masuk Platform Marketplace

Dalam pasal 9 ayat (2) PMK 210/2018 disebutkan platform marketplace dapat memberikan data dan informasi kepada DJP tentang transaksi e-commerce di luar platform marketplace, termasuk diantaranya adalah media sosial. Hal ini dinilai akan mendorong pelaku usaha berpindah ke marketplace.

“Kami akan pikirkan mekanismenya bersama platform e-commerce. Intinya kami mendukung sepenuhnya harapanplatform e-commerce untuk tercapainya level of playing field,” kata Hestu.

  • Utang Luar Negeri Naik, Prospek Ekonomi Indonesia Dinilai Membaik

Posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2018 tercatat senilai US$372,9 miliar, meningkat US$12,3 miliar dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya. Peningkatan ULN yang ditopang aliran dana investasi di pasar surat utang negara dinilai mencerminkan prospek ekonomi makin membaik.

  • Defisit Perdagangan Paling Dalam

Defisit neraca perdagangan pada 2018 senilai US$8,57 miliar merupakan defisit terdalam dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Defisit sebesar US$8,57 miliar ini mayoritas disumbang defisit pada sektor migas. Defisit sektor ini sepanjang tahun sebesar US$12,4 miliar. Performa ini tidak mampu ditutup surplus perdagangan nonmigas yang hanya US$3,83 miliar. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.