PEMERIKSAAN PAJAK

7 Risiko Pemeriksaan Transfer Pricing dalam SE-15/2018

Awwaliatul Mukarromah
Selasa, 23 Oktober 2018 | 14.02 WIB
7 Risiko Pemeriksaan Transfer Pricing dalam SE-15/2018

Senior Partner DDTC Danny Septriadi (ujung kanan) dalam seminar bertajuk “Pemeriksaan Pajak Suatu Strategi Menuju WP Patuh” di FEB Unair, Surabaya, Selasa (23/10). (Foto: DDTCNews)

SURABAYA, DDTCNews – Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Pajak (IAI KAPj) Wilayah Jawa Timur (Jatim) bekerja sama dengan Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga, Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Jatim menyelenggarakan seminar bertajuk “Pemeriksaan Pajak Suatu Strategi Menuju WP Patuh”.

Seminar yang berlangsung pada hari ini, Selasa (23/10) digelar di Aula Mindorowo FEB Unair Surabaya. Dalam kesempatan tersebut, Senior Partner DDTC Danny Septriadi hadir sebagai salah satu narasumber.

Danny menyampaikan beberapa poin penting terkait pemeriksaan transfer pricing, di antaranya kebijakan pemeriksaan indikasi risiko pemeriksaan transfer pricing dan OECD Handbook on Effective Tax Risk Assessment.

Selain itu, diulas pula mengenai sengketa-sengketa yang sering terjadi terkait transaksi hubungan istimewa, serta strategi yang efektif untuk menyelesaikan sengketa pajak di tahap pemeriksaan.

Sebagaimana diketahui, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) saat ini tengah menyempurnakan  kebijakan pemeriksaan. Hal itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Dirjen Pajak No. SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Poin utama dari SE ini adalah perencanaan dengan pemilihan wajib pajak yang akan diperiksa.

“Dalam SE-15/2018  ini, indikator modus ketidakpatuhan wajib pajak salah satunya adalah melakukan perencanaan pajak agresif. Di dalamnya terdapat indikasi risiko pemeriksaan transfer pricing,” ujarnya dalam acara tersebut.

Berdasarkan aturan itu, terdapat tujuh risiko transfer pricing yang berpotensi untuk dilakukan pemeriksaan.Pertamawajib pajak mempunyai transaksi dengan lawan transaksi yang menerapkan tarif pajak efektif lebih rendah.

Kedua, terdapat indikasi terjadinya skema transaksi yang melibatkan entitas/pihak yang tidak memiliki substansi usaha dan/atau tidak menambahkan nilai ekonomis apapun (reinvoicing). Ketigawajib pajak mempunyai nilai transaksi afiliasi yang signifikan terhadap total peredaran usahanya.

Keempat, terdapat transaksi intra-group seperti pemberian jasa, pembayaran royalti, cost contribution arrangement, dan lain-lain. Kelima, terdapat transaksi restrukturisasi usaha seperti merger, akuisisi, dan sebagainya.

Keenam, performa keuangan wajib pajak berbeda dengan performa keuangan industri. Ketujuh, wajib pajak mengalami kerugian selama 3 tahun pajak dalam jangka waktu 5 tahun.

Danny menjelaskan risiko pemeriksaan transfer pricing tersebut dapat dideteksi salah satunya melalui Laporan Per Negara (Country-by-country Reporting/CbCR). Dari laporan tersebut, nantinya dapat diketahui yurisdiksi mana yang memiliki profit yang tinggi namun dengan substansi ekonomi yang minim.

Sebagai informasi, hadir pula narasumber lain yang mengisi seminar ini, yaitu Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara Pontas Pane. Adapun diskusi dalam seminar ini dimoderatori oleh Pengurus IAI KAPj Wilayah Jatim Doni Budiono dan Dosen FEB Unair Djoko Dewantoro. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.