JAKARTA, DDTCNews – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga pukul 14.45 Jumat (5/10/2018) kembali melemah ke posisi Rp15.191,30 per dolar AS, setelah kemarin ditutup pada levelRp15.179 per dolar AS.
Dengan posisi kurs itu, maka sepanjang tahun ini rupiah sudah terdepresiasi 12%. Sejumlah analis yang dikompilasi Bloomberg memprediksi, rupiah hari ini akan bergerak sekisar Rp15.165 hingga Rp15.193 per dolarAS.
Adapun berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia, rupiah hari ini melemah ke Rp15.182 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.133 per dolar AS. Sepanjang sejarah, rupiah terlemah Rp15.250 pada 9 Juli 1998, saat krisis moneter menghantam.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan kondisi rupiah yang kian melemah terhadap dolar AS disebabkan faktor eksternal. Menurut dia, perlemahan rupiah tak ada kaitannya dengan musibah gempa dan tsunami yang terjadi di Donggala dan Palu, Sulteng.
“Saya lihat dominasi hari ini mayoritas berasal dari luar yang sangat dominan. Kita lihat sentimen kemarin adalah Italia yang defisitnya besar. Sekarang Italia komitmen menurunkan defisit APBN, lalu ada sentimen yang lain. Mayoritas ini masalah eksternal,” ujarnya.
Sri Mulyani memastikan pemerintah terus bekerja agar faktor-faktor eksternal tersebut tak membuat rupiah semakin anjlok. Menurut dia, Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sudah melakukan langkah-langkah bauran kebijakan.
Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menegaskan pada dasarnya kondisi nilai tukar rupiah masih aman meski nilai tukarnya sudah menyentuh level Rp15.000 per dolar AS. “Jangan lihat levelnya. Masih aman, yang penting supply dan demand-nya masih jalan,” ujarnya.
Mirza menjelaskan nilai tukar tidak hanya dilihat dari angkanya, tetapi dari faktor pendorong lainnya. “Lihat volatilitasnya, bagaimana supply demand-nya, Kita sudah mengalami volatilitas ini sejak 2013, dari Rp10.000 ke Rp11.000, lalu jadi Rp12.000, jadi Rp13.000,” paparnya.
Mirza mengungkapkan saat ini Banking Sector Indonesia masih kuat dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) atau rasio kecukupan modal di atas 20%. Dia menegaskan kondisi likuiditas perbankan masih baik meski BI sudah sering menaikkan suku bunga acuan sejak Mei 2018. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.