Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan berencana mengevaluasi pajak penghasilan atas uang manfaat pensiun. Topik ini menjadi sorotan beberapa media massa nasional pada hari ini, Kamis (27/9/2018).
Langkah evaluasi pajak penghasilan (PPh) tersebut, menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dilakukan agar menarik masyarakat untuk berinvestasi. Apalagi, dana pensiun menjadi salah satu instrumen keuangan yang bisa dipakai untuk mendanai proyek jangka panjang.
Sejauh ini, regulasi yang mengatur PPh atas uang manfaat pensiun adalah Peraturan Menteri Keuangan No. 16/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
Selain itu, kabar lain yang menjadi sorotan adalah penerapan sistem penerimaan negara bukan pajak elektronik (e-PNBP) mulai 2019. Implementasi sistem yang mulai diujicobakan pada 2018 ini diperkirakan mampu mempersempit celah kebocoran penerimaan negara.
Berikut ringkasannya:
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan evaluasi akan dilakukan agar masyarakat lebih banyak menumpuk dana pensiunnya. Terlebih total aset dana pensiun dalam industri keuangan nonbank masih sangat kecil, yakni 1,85% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan No. 16/2010, tarif PPh pasal 21 atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua sebesar 0% atas penghasilan bruto sampai Rp50 juta. Tarif PPh 21 sebesar 5% untuk penghasilan bruto di atas Rp50 juta.
“Kita akan mengevaluasi bagaimana perlakukan dari PPh-nya terhadap penerima manfaat pensiun. Itu juga akan memberikan insentif yang lebih bagus terhadap dana pensiun,” ujarnya.
Sri Mulyani berpendapat peningkatan pengelolaan dana pensiun mendapat peluang dari kondisi demografi Indonesia dengan penduduk lebih banyak usia 30 tahun dari pada penduduk dengan usia di atas 50 tahun. Menurutnya, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan sosialisasi dan edukasi kepada generasi milenial.
Dalam tiga bulan terakhir, sejumlah perusahaan batubara harus melaporkan komponen royalti melalui e-PNBP, antara lain terkait harga jual, kualitas batubara, volume dan lokasi penjualan, serta dokumen pengapalan.
Kepala Subdirektorat Pengawasan Usaha Operasi Produksi dan Pemasaran Batubara Kementerian ESDM Dodik Ariyanto mengatakan selama ini perusahaan hanya melaporkan total pembayaran royalti secara mandiri.
“Dengan e-PNBP, komponen royalti dilaporkan satu per satu lalu dihitung oleh sistem secara digital,”ujarnya.
Dengan dikeluarkannya Peraturan Dirjen Pajak No. PER-20/PJ/2018, WP atau pelaku usaha dapat mengajukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara elektronik melalui dua sistem yakni Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) dan Online Single Submission (OSS) yang terintegrasi dengan sistem Ditjen Pajak.
Asian Development Bank (ADB) memproyeksi deficit neraca transaksi berjalan Indonesia sampai akhir tahun ini masih akan melebar hingga 2,6% dari PDB. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan performa pada kuartal IV/2017 sebesar 2,21% dari PDB.
Meskipun ada kecenderungan pengetatan kebijakan moneter untuk memitigasi tekanan dari eksternal, Asian Development Bank (ADB) memproyeksi konsumsi rumah tangga masih akan tumbuh stabil karena ada pertumbuhan lapangan kerja dan momentum pemilihan umum. (kaw)