JAKARTA, DDTCNews – Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyeragamkan aturan pelaksana pemeriksaan pajak melalui terbitnya Surat Edaran Nomor SE-15 /PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan.
Dikutip dari salinan SE-15/PJ/2018, aturan kebijakan pemeriksaan ini bertujuan untuk memberikan keseragaman langkah dari masing-masing Unit Pelaksana Pemeriksaan (UP2) di Ditjen Pajak dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan.
“Diharapkan pemeriksaan pada masing-masing UP2 dapat berjalan dengan efektif sehingga dapat menghasilkan volume pemeriksaan yang tinggi dan berkualitas, memberikan kontribusi penerimaan pajak yang optimal, meminimalkan upaya hukum atas ketetapan pajak hasil pemeriksaan, dan meningkatkan kepatuhan berkelanjutan wajib pajak,” demikian bunyi SE yang ditetapkan Dirjen Pajak Robert Pakpahan pada 13 Agustus 2018.
Sebagai informasi, kebijakan pemeriksaan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan sebagaimana telah diubah dengan PMK-184/PMK.03/2015yang mengatur mengenai pelaksanaan kegiatan pemeriksaan pajak, baik pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan maupun pemeriksaan untuk tujuan lain.
Di samping itu, terdapat PMK lain yang mengatur pemeriksaan secara khusus, di antaranya pengaturan mengenai pemeriksaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) melalui PMK No.256/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penelitian PBB.
Ada pula pengaturan mengenai pemenuhan kewajiban pemeteraian kemudian berdasarkan PMK No.70/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pemeteraian Kemudian. Pelaksanaan seluruh PMK tersebut dituangkan melalui penerbitan SE-06/PJ/2016 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan SE-25/PJ/2015 tentang Kebijakan Pemeriksaan dan Penelitian PBB.
Dengan pengaturan yang terpisah-pisah, Ditjen Pajak berupaya melakukan pengaturan ulang mengenai penentuan wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan melalui terbitnya SE-15/PJ/2018 ini. Hal ini sejalan dengan agenda reformasi perpajakan di Ditjen Pajak untuk memperbaiki kualitas pemeriksaan pajak.
Pengaturan ulang ini antara lain melalui penyusunan peta kepatuhan dan Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pada masing-masing Kantor Pelayanan Pajak (KPP) serta pembentukan Komite Perencanaan Pemeriksaan yang bertugas untuk melakukan pembahasan dan penentuan wajib pajak yang akan dilakukan pemeriksaan melalui kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Komite Perencanaan Pemeriksaan terdiri dari Komite Perencanaan Pemeriksaan tingkat pusat dan tingkat kantor wilayah (Kanwil). Penyusunan peta kepatuhan, DSP3, dan pembentukan Komite Perencanaan Pemeriksaan ini diatur dalam SE-15/PJ/2018.
Selain itu, terdapat pengaturan baru mengenai pemeriksaan bersama atas pelaksanaan kontrak kerja sama berbentuk kontrak bagi hasil dengan pengembalian biaya operasi di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi sebagaimana diatur dalam PMK No.34/PMK.03/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemeriksaan Bersama atas Pelaksanaan Kontrak Kerja Sama Berbentuk Kontrak Bagi Hasil dengan Pengembalian Biaya Operasi di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Dengan begitu, SE-15/PJ/2018 ini menyempurnakan kebijakan pemeriksaan pajak yang telah diatur dalam SE-06/PJ/2016, sekaligus menggabungkan kebijakan pemeriksaan PBB yang semula diatur dalam SE-25/PJ/2015 ke dalam satu kebijakan pemeriksaan.
"Kebijakan pemeriksaan terbaru mengatur untuk semua jenis pajak, termasuk di dalamnya pengaturan mengenai kebijakan pemeriksaan PBB, Bea Meterai dan kebijakan pemeriksaan bersama," demikian bunyi SE tersebut. (Amu)