JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah Indonesia harus bisa lebih waspada dengan mempersiapkan berbagai upaya guna mengantisipasi dampak dari reformasi pajak Amerika Serikat (AS). Pasalnya, negara lain tidak akan tinggal diam terhadap kebijakan pajak negeri Paman Sam tersebut.
Kepala DDTC Fiscal and Research B. Bawono Kristiaji mengatakan pemerintah Indonesia harus memperhatikan dampak dari reformasi pajak AS yang berpotensi menimbulkan kompetisi pajak lebih intens pada masa mendatang.
“Dampak dari reformasi pajak AS hampir bisa dipastikan akan menimbulkan kompetisi pajak yang lebih intens. Pada saat perekonomian sedang memburuk, maka pemerintah negara terkait akan mereformasi perpajakannya untuk menggenjot investasi dan pertumbuhan,” ujarnya dalam konferensi pers di Tjikini Lima Restaurant & Cafe Jakarta, Kamis (21/12).
Reformasi pajak tersebut menjadi salah satu upaya yang dilakukan untuk menarik kembali investasi dari perusahaan internasional pulang ke kampung halamannya, serta sebagai upaya penggerak perekonomian domestik.
“Negara besar seperti AS menurunkan PPh Badan sedemikian drastisnya, apa lagi hanya dalam satu waktu dan bukan secara gradual atau bertahap. Saya yakin Uni Eropa dan China tidak akan tinggal diam dengan adanya penurunan tarif dan perubahan sistem perpajakan AS,” tuturnya.
Bawono menjelaskan reformasi pajak AS membuat perubahan dengan menurunkan tarif PPh Badan dari setinggi 35% menjadi 21%. Menurutnya hal ini tidak pernah terjadi sepanjang sejarah perekonomian dunia sebelumnya.
Adapun reformasi pajak AS juga mengubah rezim pajak dari sistem worldwide menjadi sistem teritorial. Perubahan rezim itu pun membuat Internal Revenue Service (IRS) atau otoritas pajak AS tidak lagi concern terhadap penghasilan residen AS yang diperoleh dari negara di luar yurisdiksinya. (Amu)