JAKARTA, DDTCNews – Kalangan pengusaha menilai pemerintah tidak konsisten dengan merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 118/2016 yang sudah menjadi PMK 165/2017 sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Tax Center Ajib Hamdani mengatakan pemerintah tengah gamang dengan penerimaan pajak saat ini. Mengingat, realisasi penerimaan pajak hingga belakangan ini baru mencapai Rp860 triliun dari target yang dipatok dalam APBNP 2017 sebesar Rp1.283,57 triliun.
“Kalau dicermati, PMK itu mengatur objek pajak baru dengan merujuk tarif PPh pasal 17. Hal ini tentu menimbulkan kegelisahan di dunia usaha karena pemerintah seolah tidak konsisten saat membuat aturan karena begitu banyak hal substantif yang diatur kemudian,” ujarnya kepada DDTCNews, Kamis (23/11).
Sementara itu, dalam UUD 45’ pasal 23A menyebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-undang. Namun pemerintah justru membuat aturan itu dalam sebuah PMK.
Ajib pun menilai pajak dan pungutan yang bersifat memaksa untuk keperluan negara berdasarkan UUD 45’ sudah seharusnya diatur dengan perundang-undangan. “Dalam konteks aturan, memang seharusnya hal itu diatur dengan UU,” paparnya.
Dia pun mengkhawatirkan pelaksanaan kebijakan di lapangan yang terkadang tidak seragam masih cukup mengganggu wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Meski begitu, dia mendukung berbagai kebijakan pemerintah jika ada keadilan dan kepastian hukum.
“Belum lagi pelaksanaan di lapangan yang tidak seragam. Kami sebagai wajib pajak tentunya mendukung program pemerintah, tapi dengan syarat adanya keadilan dan kepastian hukum,” tegasnya. (Amu)