DATA WAJIB PAJAK

Gali Potensi, Pemerintah Diminta Saring Data PPATK

Redaksi DDTCNews
Jumat, 09 Juni 2017 | 14.33 WIB
Gali Potensi, Pemerintah Diminta Saring Data PPATK

JAKARTA, DDTCNews – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengajukan langkah alternatif kepada pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak lebih tinggi dibanding hanya menyaring rekening di atas Rp1 miliar.

Ekonom Senior Indef Aviliani menyebutkan pemerintah bisa menggunakan data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diserahkan oleh perbankan. Pemerintah perlu sinergi lebih strategis lagi untuk bisa menyaring data dari PPATK guna meningkatkan penerimaan pajak.

"Data yang dihasilkan dari PPATK akan lebih ampuh untuk menjerat para pengemplang pajak jika ditemukan adanya transaksi yang mencurigakan. Sedangkan untuk meningkatkan kepatuhan pajak bagi masyarakat kelompok ekonomi menengah, pemerintah bisa menggunakan data kepemilikan usaha yang ada di Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya di Kantor Indef Jakarta, Kamis (8/6).

Ia menilai adanya peraturan perpajakan yang mewajibkan setiap pelaku UMKM memiliki NPWP demi menyetor pajak sebesar 2% dari omzet yang ada, lebih lebih realistis dan bisa menggambarkan sepenuhnya potensi perpajakan yang ada di Indonesia. 

"Walau bank pada dasarnya setuju. Kami di Indef juga setuju karena ke depan nggak ada lagi rahasia. Namun masalahnya jangan sampai data bank dimanfaatkan secara negatif oleh aparat. Makanya bank mau serahkan namun dengan gunakan sistem," tuturnya.

Ia menyatakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerapkan Sistem Penyampaian Informasi Nasabah Asing (SiPINA) untuk kerja sama pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEoI). Sistem ini sudah diundangkan menyusul terbitnya Undang-undang Kepatuhan Pajak Warga Asing alias Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA) oleh pemerintah Amerika Serikat.

Aviliani menyatakan keterbukaan informasi keuangan adalah suatu keniscayaan yang tak terhindarkan. Hanya saja, perlu dilakukan suatu mekanisme yang bijak dan tidak menimbulkan huru-hara. "Behavior ini bisa terjadi pada masyarakat yang tidak tahu menahu. Orang jadi takut, sehingga orang yang tadinya pakai bank, bsia tarik uangnya," ucapnya.

Atas dasar hal itu, Aviliani berharap pemerontah bisa melakukan sosialisasi lebih gencar untuk menghindari hal buruk tersebut. Menurutnya, sosialisasi tidak hanya diberikan kepada masyarakat dan nasabah bank, namun juga kepada fiskus atau petugas pajak yang memiliki akses kepada informasi dan data nasabah. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.