JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih harus menunggu restu DPR untuk pelaksanaan Perppu No.1 tahun 2017 tengtang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Walau partai pendukung pemerintah menguasai suara DPR, namun beberapa legislator keberatan atas lahirnya Perppu 1/2017. Berita tersebut menjadi topik utama sejumlah media nasional pagi ini, Selasa (23/5).
Wakil Ketua Komisi XI Soepriyatno mengatakan DPR akan membahas aturan ini bersama Menteri Keuangan mulai pekan ini. Hasil pembahasan tersebut akan menentukan Perppu dapat naik level dan disahkan menjadi UU atau justru ditolak.
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Kardaya Warnika mengatakan alasan mendesak menjadi subjektivitas pemerintah, belum ada keadaan memaksa yang membutuhkan kehadiran Perppu 1/2017. Namun, Johnny G Plate, anggota Komisi XI asal Partai Nasional Demokrat menilai Perppu 1/2017 layak menjadi UU.
Berita lainnya datang dari salah seorang anggota DPR yang menilai Perppu 1/2017 dapat membuat dana nasabah pindah ke negara lain dan Kementerian Keuangan yang tengah mengkaji penurunan tarif pajak penghasilan. Berikut ulasan ringkas beritanya:
Kardaya Warnika mengatakan bahwa Perppu itu harus dikeluarkan dengan justifikasi karena keadaan memaksa, bila tidak terlalu memaksa, Perppu tersebut tidak mempunyai dasar hukum yang kuat. Menurutnya adanya Perppu ini berisiko menyebabkan investor merasa tidak nyaman. Apalagi, Indonesia sudah mengeluarkan banyak usaha untuk mengadakan program amnesti pajak dengan harapan uang yang di luar negeri balik ke Indonesia. Tetapi dengan adanya Perppu itu investor yang bawa uang ke Indonesia mungkin merasa tidak nyaman lalu tidak jadi masukkan uangnya ke Indonesia atau uangnya terbang lagi ke luar.
Kementerian Keuangan menargetkan pada tahun ini bisa merumuskan dan menyampaikan final dari revisi UU Pajak Penghasilan (PPh) ke DPR. Di dalam revisi tersebut akan dibahas soal tarif yang selama ini diperdebatkan untuk bisa turun agar bisa bersaing dengan tarif di negara lain di ASEAN. Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan banyak negara memang ramai-ramai memangkas tarif PPh badan sebagai insentif fikal yang diberikan pemerintah kepada investor. Namun, negara-negara tersebut memerlukan kenaikan penerimaan dari sumber lainnya.
Pelaku industri keuangan berharap pemerintah komitmen dalam menjaga kerahasiaan data keuangan nasabah. Hal tersebut disampaikan Direktur Utama BRI Suprajarto yang mengatakan Bank BRI akan patuh pada kebijakan Automatic Exchange of Financial Account Information (AEOI). Hal ini diperkuat janji pemerintah untuk menjaga kerahasiaan data nasabah dan adanya aturan ketat bagi oknum yang membocorkannya. Menurutnya, tren saat ini juga mengarah kepada transparansi.Â
Bank Indonesia (BI) menyatakan, 2016 merupakan tahun dimulainya pemulihan ekonomi Indonesia. Pasalnya perekonomian nasional tumbuh melambat sejak 2013 sampai 2015. Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menuturkan, ada dua penyebab pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat pada periode 2013-2015. Pertama, adanya perubahan kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), salah satunya dengan menurunkan suku bunganya menjadi 0,25%. Penyebab kedua adalah, jatuhnya harga komoditas perkebunan dan pertambangan.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerima kunjungan kenegaraan dari Raja Swedia Carl Gustaf ke XIV beserta Ratu Silvia. Pertemuan ini diadakan di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat. Dalam pertemuan ini, terdapat beberapa hal yang dibahas oleh kedua kepala negara tersebut. Salah satunya adalah sektor kehutanan. Untuk itu, kerjasama pada sektor penelitian pun diharapkan dapat dijalin oleh kedua negara. Kerjasama ini diharapkan dapat menyelamatkan lingkungan hutan di Indonesia dan Swedia. (Amu)