Ilustrasi.
NEW DELHI, DDTCNews – India diprediksi tidak akan menyetujui skema pemajakan atas ekonomi digital yang disepakati negara-negara G7.
CEO Dhruva Advisors, Dinesh Kanabar menilai pajak digital yang dikenakan secara unilateral oleh India yaitu equalization levy mampu menghasilkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan skema pemajakan ekonomi digital yang diusung G7.
"Amerika Serikat berusaha melindungi basis pajaknya sendiri. Negara seperti India tidak akan mau menerima usulan tersebut untuk menggantikan equalization levy," katanya dikutip dari moneycontrol.com, Jumat (11/6/2021).
Negara-negara G7 sebelumnya sepakat memberikan hak pemajakan sebesar 20% atas laba di atas margin 10% yang diperoleh korporasi multinasional. Setiap laba di atas margin 10% tersebut akan dialokasikan kepada yurisdiksi-yurisdiksi tempat korporasi multinasional beroperasi.
India telah mengenakan equalization levy dengan tarif 2% dan dikenakan atas pendapatan kotor yang diperoleh korporasi digital nonresiden dari penjualan produk-produk digital. Produk-produk digital yang dimaksud antara lain jasa digital, konten digital, dan lain sebagainya.
Sementara itu, kesepakatan G7 terkait dengan tarif pajak korporasi minimum global sebesar 15% dinilai akan menguntungkan India. Hal ini dikarenakan India masih dapat mempertahankan pengenaan pajak khusus untuk menarik investasi.
"Dengan pajak minimum 15%, India masih bisa mempertahankan beberapa insentif pajak yang telah diberikan untuk menarik investasi," ujar AKM Global Tax Partner Amit Maheshwari seperti dilansir businesstoday.in.
Sekadar informasi, India mengenakan tarif pajak sebesar 22% atas perusahaan domestik dan terdapat pula pengenaan pajak khusus sebesar 15% untuk perusahaan manufaktur baru.
Saat ini, negosiasi skema pajak digital dan pajak korporasi minimum global antara negara-negara G20 dan negara anggota Inclusive Framework dalam pembahasan proposal Pillar 1: Unified Approach dan Pillar 2: Global Anti Base Erosion (GloBE) masih berlangsung.
Pada proposal Pillar 1, OECD mendorong adanya realokasi hak pemajakan atas penghasilan korporasi digital multinasional kepada yurisdiksi pasar agar penghasilan tetap bisa dipajaki meski korporasi tidak memiliki kehadiran fisik pada yurisdiksi pasar.
Melalui proposal Pillar 2, terdapat rencana pengenaan tarif pajak korporasi global minimum guna mencegah penggerusan basis pajak dan pengalihan laba atau biasa disebut dengan base erosion and profit shifting (BEPS). (rig)