Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Ketua DPR Nancy Pelosi mendengarkan pidato Presiden AS Joe Biden pada sesi gabungan Kongres di majelis DPR AS di Washington, AS, Rabu (28/4/2021). ANTARA FOTO/Jim Watson/Pool via REUTERS/WSJ/sa.
WASHINGTON D.C., DDTCNews – Presiden AS Joe Biden memandang beban pajak bagi mereka yang berpenghasilan di atas US$400.000 per tahun perlu ditingkatkan untuk mendanai program American Families Plan.
American Families Plan membutuhkan dana sejumlah US$1,5 triliun atau setara dengan Rp21.655 triliun dalam 1 dekade ke depan. Program-program pendidikan dan perlindungan anak pada kebijakan tersebut perlu didanai dari pembayaran pajak yang bersumber dari orang kaya.
"Setiap orang berhak menjadi jutawan atau miliarder. Namun, setiap orang harus membayar pajak dengan adil," katanya saat berpidato di hadapan Kongres AS, Jumat (30/4/2021).
Untuk diketahui, Biden berencana meningkatkan tarif tertinggi PPh orang pribadi di AS dari sebelumnya 37% menjadi 39,6%. Tarif tersebut setidaknya akan berdampak kepada kelompok 1% orang-orang terkaya di AS.
Menurut kajian Institute on Taxation and Economic Policy (ITEP), kelompok 1% tersebut memiliki penghasilan rata-rata sebesar US$2,2 juta per tahun. Bila proposal Biden disetujui, beban pajak akan meningkat hingga US$159.000 per tahun.
Tarif PPh sebesar 39,6% tersebut tidak hanya berlaku atas penghasilan dalam bentuk upah, melainkan juga penghasilan berupa capital gains. Selama ini, penghasilan berupa capital gains hanya dikenai pajak sebesar 20%.
"Menurut saya, proposal pajak Biden akan berdampak paling besar terhadap orang-orang terkaya di AS," ujar David Herzig, salah satu pakar perpajakan dari Ernst and Young seperti dilansir cnbc.com.
Berdasarkan analisis Tax Foundation, sekitar 40% penghasilan dari wajib pajak dengan penghasilan mencapai US$1 juta per tahun adalah bersumber dari investasi. Hanya sebagian kecil dari penghasilan mereka yang bersumber dari bisnis dan upah.
"Pajak ini akan membuat orang berpikir lebih panjang sebelum menjual asetnya dan mengalokasikan investasinya ke instrumen lain," Senior Policy Analyst dari Tax Foundation Garrett Watson baru-baru ini. (rig)