Ilustrasi. (DDTCNews)
BRIDGETOWN, DDTCNEWS – Pemerintah Barbados menyatakan protes atas keputusan Uni Eropa yang Kembali menempatkan negara kawasan Laut Karibia itu dalam daftar hitam negara suaka pajak Uni Eropa.
Perdana Menteri (PM) Barbados Mottley mengatakan keputusan Uni Eropa yang kembali menempatkan negaranya dalam daftar negara yang tidak kooperatif untuk tujuan pajak dilakukan dengan tidak proporsional.
"Uni Eropa memilih untuk mengabaikan semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki kekurangan pada periode 2015-2018," katanya dikutip Jumat (16/10/2020).
Mottley menilai tindakan Uni Eropa tersebut berdampak bagi perekonomian domestik yang tengah berjuang pada masa pandemi Covid-19. Uni Eropa, lanjutnya, telah merusak reputasi pemerintah dalam menerapkan standar internasional untuk transparansi keuangan.
Dia menjelaskan setidaknya 14 undang-undang sudah diperbaiki dalam 2 tahun ini untuk mendukung pertukaran informasi dengan negara lain. Selain itu, aturan untuk memastikan data beneficial owner juga terus diperbarui.
Perombakan kebijakan tersebut, sambungnya, sudah diakui Uni Eropa melalui keterangan tertulis. Hal tersebut ditambah dengan keluarnya Barbados dari daftar negara nonkooperatif untuk tujuan pajak pada Juni 2019.
Selain itu, Mottley menilai Uni Eropa juga diskriminatif karena beberapa negara/yurisdiksi yang belum memenuhi kriteria untuk keterbukaan data beneficial owner justru tidak masuk dalam daftar hitam.
Ambil contoh, Swiss dan Monaco merupakan contoh negara yang tingkat keterbukaan dan penerapan aturan beneficial owner (BO) kedua negara tersebut masih lebih rendah ketimbang Barbados dan negara Karibia lainnya.
"Untuk itu, Barbados menolak keras keputusan Uni Eropa dan akan meminta peninjauan kembali, karena Barbados menjadi negara yang mempertahankan standar internasional," sebut Mottley.
Seperti dilansir mondaq.com, Barbados kembali dikategorikan sebagai negara nonkooperatif untuk tujuan pajak karena turunnya peringkat kepatuhan menjadi Partially Compliant pada tiga elemen standar OECD.
Tiga elemen tersebut adalah ketersedian informasi BO, ketersediaan data dan informasi akuntansi entitas bisnis. Lalu, kualitas dan ketepatan waktu tanggapan pemerintah terhadap permintaan otoritas pajak negara mitra untuk informasi wajib pajak. (rig)