Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Negara-negara G20 tengah merencanakan kebijakan pajak baru untuk raksasa digital, seperti Google, Apple, Facebook, dan Amazon, berdasarkan jumlah pengguna di tiap negara.
Kebijakan dasar kemungkinan akan ditandatangani oleh para menteri keuangan dari negara-negara G20 ketika bertemu pada 8—9 Juni 2019 di Kota Fukuoka, Jepang, menjelang pertemuan utama G20 di Osaka.
“Kebijakan itu akan mengalokasikan pendapatan ke negara-negara yang menyediakan basis pengguna yang besar untuk raksasa perusahaan digital dunia,” demikian kata salah satu sumber yang dilansir Nikkei Business Daily, seperti dikutip pada Jumat (31/5/2019).
Negara-negara anggota G20 akan berusaha untuk mencapai kesepakatan akhir pada 2020. Namun, mereka masih akan memfinalisasi kebijakan tersebut, termasuk cara kerjanya. Salah satu kemungkinan yang akan diambil adalah mendistribusikan penerimaan pajak ke negara-negara berdasarkan jumlah pengguna.
Dengan demikian, raksasa internet seperti Facebook – yang memusatkan keuntungan dan pembayaran pajaknya di Irlandia untuk menikmati tarif pajak rendah – akan melihat pembayaran pajaknya didistribusikan kembali ke daerah-daerah dengan jumlah pengguna lebih banyak.
Hingga saat ini, Facebook memiliki lebih dari 1,4 miliar pengguna di seluruh dunia. Ini termasuk termasuk 490 juta di wilayah Asia-Pasifik, 270 juta di Eropa, dan 180 juta di Amerika Utara. Namun, deretan kritik yang muncul telah mendorong raksasa media sosial ini meninjau kembali strategi pajaknya dan bergerak ke arah penghitungan pendapatan di setiap negara tempat operasi.
Rincian tentang langkah-langkah pajak yang sedang ditinjau oleh G20 akan dikumpulkan dan didistribusikan. Adapun nama-nama perusahaan yang akan terpengaruh masih akan difinalisasi. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) diharapkan dapat membantu.
Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara berkembang telah mengajukan proposal untuk dibahas di antara negara-negara anggota G20. Pasalnya, mayoritas proposal menyerukan metode dasar perpajakan yang sama dan agar pendapatan pajak didistribusikan ke negara-negara tempat pengguna layanan digital berada.
OECD, yang berbasis di Paris, sudah mencoba untuk menempa perjanjian global baru. Namun, pada April 2019, anggota parlemen Prancis meloloskan pembacaan pertama RUU untuk mengenakan pajak pada iklan digital, penjualan data pribadi, dan pendapatan lainnya untuk setiap perusahaan teknologi yang menghasilkan lebih dari 750 juta euro di seluruh dunia tiap tahunnya.
Austria telah mengusulkan undang-undang domestik yang serupa. Maklum, tawaran untuk menyetujui undang-undang di tingkat Uni Eropa dibatalkan oleh negara-negara dengan pajak rendah seperti Irlandia, yang telah merayu perusahaan teknologi besar.
Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz mengharapkan OECD untuk menyetujui tingkat perpajakan minimum untuk perusahaan digital pada pertengahan 2020. Dia pun mengharapkan kemajuan pada kuartal III/2019 untuk memperkenalkan pajak transaksi keuangan di setidaknya sembilan negara Uni Eropa. (kaw)