Ilustrasi. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/hp.
MATARAM, DDTCNews – Penerimaan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) di Nusa Tenggara Barat (NTB) diduga bocor sejak 2020 lalu.
Plt Kepala Badan Pengelolaan dan Pendapatan Daerah (Bappenda) NTB Fathurrahman mengungkapkan nilai PBBKB yang diduga bocor mencapai lebih dari Rp100 miliar. Kebocoran itu berasal dari sejumlah perusahaan produsen atau penyedia bahan bahan bakar kendaraan bermotor.
“Kemarin kita rapat tim satgas pengawasan dan pengendalian PBBKB. Jadi, pajak ini bersumber dari beberapa perusahaan ya," ujar Fathurrahman, dikutip pada Jumat (25/7/2025).
Fathurrahman menjelaskan PBBKB menggunakan sistem self assessment alias penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajaknya dilakukan secara mandiri oleh perusahaan. Berdasarkan penelusuran dan analisis data, Bappenda NTB mendapati adanya PBBKB yang justru disetorkan ke Provinsi Jawa Timur.
Selain itu, Bappenda NTB mendapati adanya perbedaan antara data yang sebenarnya dengan penerimaan PBBKB yang diperoleh NTB. Perbedaan itu mulai dari volume dan harga sebagai dasar pengenaan PBBKB dari perusahaan penyuplai bahan bakar minyak (BBM).
“Temuannya ada signifikan angkanya, potensi ada sekitar Rp100 miliar lebih. Temuannya juga ada perusahaan yang salah setor. Ini sedang kita koordinasikan dengan Pertamina Patra niaga di Surabaya. Mereka membayar pajak ke Pemprov Jatim padahal suplai BBM ke NTB," katanya.
Menurut Fathurrahman, salah setor pajak PBBKB juga sudah diakui oleh PT Pertamina Patra Niaga. Untuk itu, Bapenda terus berkoordinasi dengan perusahaan dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengatasi masalah tersebut.
"Kami juga sudah komunikasi ke Jatim untuk pelimpahan kembali ke NTB. Ini data awal yang kita peroleh. Ini kita analisis karena Pertamina ini kan memberlakukan 3 zona. Kita masuk zona 3," jelasnya.
Fathurrahman mengatakan Bappenda NTB juga akan berkomunikasi dengan Ditjen Pajak (DJP) untuk menarik kembali PBBKB yang bocor alias salah setor. Selain itu, Bappenda NTB juga akan melakukan audiensi ke perusahaan yang bersangkutan untuk membayar PBBKB ke Pemprov NTB.
"Ada 10 perusahaan yang salah bayar. Tapi kita akui, selama ini kita abai tidak melakukan penelusuran pasti terhadap mereka yang bayar pajak dengan pola self assessment ini. Karena pembayaran ini dilakukan secara mandiri. Kita kadang tidak menagih karena perusahaan mengirim surat ketetapan pajaknya secara mandiri," sebutnya.
Fathurrahman mengaku akan terus menelusuri, berkoordinasi, menganalisis, dan mengevaluasi untuk menentukan letak kekeliruan yang membuat adanya kebocoran PBBKB tersebut.
"Jadi dengan Pertamina dan Pemprov Jatim sudah kita bertemu. Patra Niaga juga sudah menyodorkan angka. Data kami ini dari tahun 2020 sampai sampai 2025 ini yang perlu kita kejar," tandasnya, seperti dilansir mandalika.pikiran-rakyat.com. (dik)