Ilustrasi.
GARUT, DDTCNews - Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Garut berkolaborasi dengan PT Pos Indonesia Cabang Garut dalam melaksanakan tindakan preventif atas indikasi beredarnya meterai palsu yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Kepala Pos Indonesia Kabupaten Garut Poppy Herlisistiani mengatakan kegiatan preventif dilakukan dengan memberikan imbauan dan sosialiasi kepada masyarakat, mulai dari instansi pemerintahan, BUMN/BUMD, notaris, dan wajib pajak lainnya.
"Bea meterai dikenakan atas dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang bersifat perdata dan sebagai alat bukti di pengadilan. Tarifnya tetap sebesar Rp10.000,” katanya dikutip dari situs web DJP, Kamis (25/7/2024).
Sementara itu, Kepala Seksi Pengawasan VI KPP Pratama Garut Candra Ardi Nugraha menuturkan kantor pajak menyambut baik kerja sama tersebut karena bea meterai masuk ke penerimaan negara yang dikelola oleh DJP.
Selain imbauan dan sosialisasi, kerja sama tersebut juga berupa pemasangan x-banner/role banner mengenai ciri-ciri meterai palsu dan tempat pembelian meterai yang direkomendasikan untuk disimpan di tempat pelayanan terpadu (TPT) KPP Pratama Garut.
“Kami mengimbau seluruh masyarakat wajib pajak di wilayah Kabupaten Garut untuk berhati-hati dalam membeli meterai, apalagi yang harganya lebih murah ketimbang harga yang telah ditentukan Pos Indonesia,” tutur Candra.
Sebagai informasi, pembuat, penjual, hingga pemakai meterai palsu dapat dijerat sanksi pidana berupa penjara dan denda. Pengenaan pemberian sanksi tersebut telah diatur dalam UU 10/2020 tentang Bea Meterai.
Berdasarkan UU Bea Meterai, pembuat, penjual, pengimpor, bahkan pemakai meterai palsu dapat dikenakan pidana penjara maksimal 7 tahun. Selain pidana penjara, pembuat, penjual, pengimpor, dan pemakai meterai palsu juga bisa dikenakan pidana denda maksimal Rp500 juta.
“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun dan pidana denda paling banyak Rp500 juta,” bunyi penggalan Pasal 24 dan Pasal 25 UU Bea Meterai. (rig)