BANYUWANGI, DDTCNews – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi berencana menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk menggenjot Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, langkah tersebut nampaknya tidak akan berjalan mulus.
Pasalnya, penolakan sudah datang dari Asosiasi Kepala Desa Kabupaten Banyuwangi (Askab). Penolakan tersebut datang karena akan menambah beban kerja kepala desa dan menambah beban masyarakat dalam membayar kewajiban pajaknya.
“Sikap Askab dalam hal ini menolak kebijakan pemerintah tersebut,” kata Perwakilan Askab, Agus Tarmidi, Selasa (30/1).
Seperti yang diketahui, kenaikan tarif pajak ini mencapai angka 25%. Dengan kenaikan tersebut secara langsung akan menambah beban masyarakat untuk melunasi kewajiban pajaknya. Selain itu, kebijakan ini akan berdampak pada kepala desa yang menjadi sasaran keluhan warga.
“Kasihan kepala desa yang baru menjabat. Nanti dikira tidak peka terhadap persoalan masyakat,” paparnya dilansir Suara Jatim Post.
Agus tidak memungkiri, bahwa kenaikan tarif NJOP akan menguntungkan masyarakat yang akan menjual asetnya. Namun, kenaikan ini juga akan berdampak pada Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang tarifnya juga ikut naik.
“Di lain sisi kenaikan NJOP menguntungkan masyarakat dalam hal pembebasan tanah. Namun tidak semua masyarakat mendapat keuntungan tersebut. Kasihan masyarakat juga, karena saat ini apa - apa naik,” Terang Agus.
Menurutnya, pemerintah kabupaten harus memikirkan cara lain selain menaikkan tarif untuk menggenjot penerimaan. Upaya efesiensi penggunaan anggaran bisa dikedepankan untuk mengerem laju pengeluaran pemerintah dan dialihkan ke sektor lain.
“Kan masih banyak sumber lain. Memang paling mudah mencukupi PAD dengan cara menaikkan PBB. Tapi jangan dibebankan ke PBB lah. Asosiasi kepala desa tidak setuju,” tutupnya.