MELALUI Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020, Dirjen Pajak menetapkan pengusaha kena pajak (PKP) yang terdaftar di kantor pelayanan pajak (KPP) Pratama di seluruh Indonesia sebagai pemotong pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 dan/atau Pasal 26.
Penetapan ini mengharuskan PKP membuat bukti potong dan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 mulai Agustus 2020. Bukti potong dan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 itu disusun berdasarkan Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017
Menurut Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017 tersebut, bukti potong dan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 itu dapat berbentuk formulir kertas atau dokumen elektronik.
Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama berharap seluruh PKP dapat menggunakan e-Bupot mulai Agustus 2020. Lantas, apa yang sebenarnya dimaksud dengan e-Bupot?
Definisi
MERUJUK Pasal 1 angka ‘10’ Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017, aplikasi bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 elektronik (aplikasi e-Bupot 23/26) adalah perangkat lunak yang disediakan di laman milik DJP atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Aplikasi tersebut dapat digunakan untuk membuat bukti pemotongan, serta membuat dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik. Adapun saluran tertentu yang dapat digunakan untuk mengakses aplikasi e-Bupot 23/26 adalah DJP Online.
Lebih lanjut, yang dimaksud dengan bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 adalah formulir atau dokumen lain yang dipersamakan, yang digunakan pemotong pajak sebagai bukti pemotongan dan pertanggungjawaban atas pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang dilakukan.
Secara sederhana, PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diperoleh dari modal (dividen, bunga, royalti), penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Simak ‘Contoh Soal Perhitungan PPh pasal 23’
Sementara itu, PPh Pasal 26 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan dalam bentuk apapun yang diterima wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) dari Indonesia. Simak pula ‘Tarif dan Objek PPh Pasal 26’
Adapun berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017 terdapat empat kriteria pemotong pajak yang harus menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26. Pertama, menerbitkan lebih dari 20 bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam satu masa pajak.
Kedua, jumlah penghasilan bruto yang menjadi dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100 juta dalam satu bukti potong. Ketiga, sudah pernah menyampaikan SPT masa elektronik.
Keempat, terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jakarta Khusus atau KPP di lingkungan Kanwil DJP Wajib Pajak Besar.
Syarat Penggunaan dan Manfaat
MERUJUK Pasal 7 ayat (1) Perdirjen Pajak No. PER-04/PJ/2017, pemotong pajak harus memiliki sertifikat elektronik untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dengan menggunakan aplikasi e-Bupot 23/26.
Sertifikat elektronik (digital certificate) adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh DJP atau penyelenggara sertifikasi elektronik.
Sertifikat elektronik ini diberikan kepada PKP sebagai bukti otentikasi pengguna layanan pajak elektronik. Guna mendapatkan sertifikat elektronik ini PKP harus mengajukan permohonan kepada DJP baik online maupun langsung di kantor KPP terdaftar. Simak Kamus ‘Apa itu Sertifikat Elektronik’
Tata cara untuk memperoleh sertifikat elektronik diatur dalam Perdirjen Pajak Nomor PER - 04/PJ/2020. Selain sertifikat elektronik, karena aplikasi e-Bupot 23/26 ini merupakan salah satu fitur dari DJP Online maka PKP juga harus memiliki akun DJP Online.
Sebagai terobosan teknologi, setidaknya terdapat empat keuntungan yang ditawarkan aplikasi e-Bupot 23/26. Pertama, bukti potong tidak lagi memerlukan tanda tangan basah. Kedua, data bukti potong maupun SPT Masa PPh 23/26 dapat tersimpan dalam sistem dan lebih aman.
Ketiga, memudahkan dalam proses pelaporan SPT Masa PPh Pasal 23/26 karena dilakukan secara online dan melaporkannya secara real time, langsung di aplikasi ini. Keempat, meringankan beban administrasi bank bagi wajib pajak maupun DJP. Simak pula tips ‘Cara lapor melalui e-Bupot’
Bentuk Perluasan
MELALUI Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-269/PJ/2020, Dirjen Pajak memperluas cakupan PKP yang diharuskan membuat bukti pemotongan dan diwajibkan menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 berdasar Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-04/PJ/2017.
Sebelumnya, pada 5 September 2019 keputusan serupa pernah dirilis Dirjen Pajak, yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP - 599/PJ/2019.
Berdasarkan lampiran beleid tersebut, PKP yang terdaftar dalam 18 KPP sebagaimana tercantum dalam lampiran mulai masa pajak Oktober 2019 juga ditetapkan sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sehingga memiliki tanggung jawab serupa. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.