UU HPP

Ada Tantangan dalam Implementasi UU HPP, Apa Saja?

Nora Galuh Candra Asmarani
Rabu, 24 November 2021 | 11.14 WIB
Ada Tantangan dalam Implementasi UU HPP, Apa Saja?

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji saat memaparkan materi dalam webinar bertajuk UU HPP: Implikasinya bagi Wajib Pajak, Rabu (24/11/2021)

MADURA, DDTCNews – Ketersedian ketentuan teknis dan pemahaman wajib pajak menjadi tantangan yang perlu diperhatikan agar UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dapat diimplementasikan secara optimal.

Partner of Tax Research & Training Services DDTC B. Bawono Kristiaji mengatakan ketentuan teknis menjadi kunci untuk menjawab berbagai pertanyaan seputar ketentuan UU HPP. Penerbitan ketentuan teknis ini juga perlu dibarengi dengan sosialisasi yang gencar agar dapat dipahami wajib pajak.

“Menurut saya hal yang paling penting pada titik ini adalah kita belum memiliki ketentuan teknis. Selain itu, selalu ada masalah pemahamam dari wajib pajak. Untuk itu, sosialisasinya juga harus kencang,” katanya dalam webinar bertajuk UU HPP: Implikasinya bagi Wajib Pajak, Rabu (24/11/2021)

Terkait dengan aturan teknis, sambungnya, pemerintah menyebut setidaknya akan ada 43 aturan turunan atau pelaksana UU HPP. Aturan pelaksana itu terdiri atas 8 peraturan pemerintah (PP) dan 35 peraturan menteri keuangan (PMK). Simak ‘Implementasikan UU HPP, Pemerintah Siapkan 43 Aturan Pelaksana’.

Bawono juga menerangkan administrative feasibility dan pemulihan ekonomi menjadi tantangan lain dari implementasi UU HPP. Dia menekankan pentingnya tinjauan kesiapan lapangan terkait dengan implementasi UU HPP.

Selain itu, diundangkannya UU HPP tidak serta merta menggantikan UU perpajakan yang telah terbit sebelumnya. UU perpajakan lain masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UU HPP atau belum diganti berdasarkan UU HPP.

Menurut Bawono hal tersebut berpotensi memicu perbedaan interpretasi. Untuk itu, wajib pajak perlu jeli dalam mempelajari ketentuan perpajakan. Selain itu, wajib pajak perlu memahami dasar hukum yang perlu dirujuk dan tengah berlaku.

“Risiko dari ketentuan perpajakan yang sering berubah adalah timbulnya interpretasi yang berbeda-beda atau pemahaman yang belum sama. Hal ini bisa berujung sengketa. Untuk itu, penting bagi kita untuk terus catch up dengan isu dan ketentuan perpajakan terbaru,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, Bawono juga menerangkan perubahan UU PPh, PPN, KUP, dan Cukai dalam UU HPP. Dia juga menerangkan ketentuan pajak karbon dan program pengungkapan sukarela. Sebagai penutup, Bawono menyinggung tentang dampak ekonomi dan fiskal dari UU HPP.

“Ada optimisme dengan adanya UU HPP, tax ratio dan penerimaan pajak kita bisa meningkat. Kita lihat saja. Lagi-lagi, ini tergantung proses pemulihan ekonominya, kesiapan lapangan, dan pemahaman wajib pajak yang masih menunggu ketentuan teknis dari pemerintah,” pungkasnya.

Webinar ini merupakan hasil kerja sama antara Universitas Wiraraja, DDTC, dan Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak (DJP) Jawa Timur (Jatim) II. Selain Bawono, webinar dengan 450 partisipan ini juga menghadirkan Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jatim II.

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Wiraraja Ahmad Ghufrony dalam sambutannya menyebut pandemi menjadi momentum untuk mempercepat reformasi perpajakan. Hal ini tidak lain dilakukan agar indonesia dapat mengadopsi dan memperbaiki sistem perpajakan yang lebih baik.

“HPP bagian penting dari reformasi perpajakan untuk membangun fondasi perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel. Kami berharap seminar ini bisa memberikan wawasan dan pengetahuan, khususnya bagi akademisi yang harus mampu memberikan informasi yang tepat bagi masyarakat luas,” ujar Ahmad.

Simak berbagai ulasan mengenai UU HPP pada laman berikut dan kumpulan infografis seri UU HPP di sini. Simak pula Fokus Selamat Datang (Lagi) Rezim Baru Kebijakan Pajak. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.