KEBIJAKAN FISKAL

Utang Indonesia Naik, OECD: Tingkatkan Tax Ratio Tanpa Ganggu Ekonomi

Muhamad Wildan
Kamis, 01 Oktober 2020 | 15.20 WIB
Utang Indonesia Naik, OECD: Tingkatkan Tax Ratio Tanpa Ganggu Ekonomi

Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Pascal Saint-Amans. (tangkapan layar Youtube BKF Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) meminta Indonesia berhati-hati dalam melakukan konsolidasi fiskal pascapandemi Covid-19.

Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Pascal Saint-Amans mengatakan postur fiskal Indonesia masih cukup aman mengingat rasio utang Indonesia yang cenderung rendah. Namun, tax ratio Indonesia yang sudah rendah sejak sebelum pandemi Covid-19 akan terus tertekan.

"Jadi sekarang yang menjadi tantangan Indonesia adalah bagaimana menindaklanjuti tantangan peningkatan rasio utang dengan meningkatkan tax ratio tanpa menimbulkan distorsi dari sisi perekonomian," ujarnya dalam sebuah webinar, Kamis (1/10/2020).

Kemenkeu memperkirakan tax ratio Indonesia yang hanya sebesar 9,76% pada 2019 akan turun menjadi 7,9% pada 2020 dan masih akan rendah di level 8,18% pada 2021. Adapun rasio utang yang cenderung terjaga di bawah 30% akan melonjak hingga 41% pada 2021. Simak pula artikel 'Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal Dimulai, Ini Postur APBN 2021'. 

Pascal mengatakan masalah ini perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan pajak jangka menengah dan panjang yang baik dari pemerintah. Penerimaan pajak domestik perlu diperbaiki. Meski demikian, langkah ini perlu didukung dengan kebijakan pajak internasional yang baik untuk mencegah praktik pengelakan pajak melalui profit shifting.

"Di sini perlu ada transparansi melalui akses informasi perbankan. Upaya orang kaya memindahkan atau bahkan menyembunyikan kekayaannya di luar negeri untuk mengelak dari kewajiban perpajakannya perlu diakhiri," tuturnya.

Pascal pun mengapresiasi Pemerintah Indonesia yang sangat aktif dalam berupaya untuk meningkatkan kemudahan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan serta memerangi praktik base erosion and profit shifting (BEPS).

"Indonesia termasuk yang terdepan dalam menjalankan rencana aksi BEPS, Indonesia perlu terus mengembangkan ini,” imbuhnya.

Dengan adanya Pilar 2 Global Anti-Base Erosion (GloBE) yang diekspektasikan bisa disepakati oleh negara-negara anggota Inclusive Framework pada Oktober mendatang, Pascal mengatakan Indonesia akan sangat diuntungkan dengan konsensus ini.

Pilar 2 tersebut dinilai mampu meningkatkan potensi pajak dari korporasi multinasional. Selain itu, konsensus juga bermanfaat untuk mencegah praktik persaingan pajak dan insentif yang selama ini marak dilakukan oleh banyak yurisdiksi. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.