“CURRENT law and administration are inadequate to the task of maintaining integrity of the tax system,” demikian pendapat Alison Christian mengenai sistem pajak di dunia yang rentan akan aktivitas penggelapan pajak.
Ditambah lagi, skema perencanaan pajak yang agresif tidak lagi mengenal batasan yurisdiksi dan semakin kompleks dari waktu ke waktu. Tak ayal, pembenahan sistem pajak menjadi pekerjaan rumah yang signifikan bagi para otoritas di berbagai negara. Perbaikan aspek kepatuhan pajak pun menjadi salah satu prioritasnya.
Terkait dengan upaya untuk memobilisasi penerimaan berbasis aspek kepatuhan tersebut, IBFD kemudian menerbitkan buku yang berjudul “Improving Tax Compliance in A Globalized World”. Tak hanya itu, penggalian informasi dalam buku ini juga dilakukan untuk menemukan solusi memperbaiki kinerja kepatuhan pajak berbagai negara.
Berisikan laporan nasional dari 33 negara, setiap bab dalam buku ini secara garis besar terbagi menjadi empat bagian. Pertama, analisis mengenai tax gap yang menjabarkan estimasi tax gap yang dilakukan pemerintah di berbagai negara. Adapun tax gap – baik secara keseluruhan, per sektor, maupun per jenis pajak – sering kali digunakan untuk mengetahui adanya “celah kebocoran” dalam penerimaan.
Bagian pertama ini juga menunjukkan potensi penerimaan negara yang hilang akibat adanya ketidakpatuhan dalam sistem perpajakan. beberapa negara juga menggunakannya untuk pemetaan distribusi beban dan manfaat (fiscal incidence) dari suatu sistem pajak.
Kedua, analisis mengenai akses informasi yang diperoleh para otoritas pajak. Bagian ini dibuka dengan penjabaran berbagai sumber data yang dapat diakses oleh para otoritas pajak, yakni mulai dari wajib pajak sendiri serta dari pihak ketiga. Adapun pihak ketiga yang dimaksud meliputi pihak perbankan domestik hingga otoritas perpajakan negara lain melalui skema pertukaran informasi untuk tujuan perpajakan.
Selain itu, ulasan yang tak kalah penting pada bagian ini mengenai cara para otoritas pajak di berbagai negara melakukan manajemen atas data dan informasi yang telah diperoleh tersebut. Ulasan ini secara tidak langsung mampu menjadi indikator kapasitas otoritas pajak di berbagai negara untuk melakukan pengolahan atas berbagai data yang telah dihimpun, terutama untuk tujuan pengambilan keputusan.
Ketiga, analisis pola kerja sama antara otoritas pajak dengan unit-unit pemerintah lainnya. Salah satu yang menarik dalam bagian ini dapat dicermati dalam kasus Indonesia, yakni terkait pertukaran data untuk tujuan perpajakan.
Sebagaimana diketahui, DJP telah mengimplementasikan AEoI dengan tujuan tersebut sejak diterbitkannnya UU No. 9 Tahun 2017. Namun, unit internal lain di pemerintah juga telah menerapkan kebijakan pertukaran informasi yang serupa, yakni melalui Peraturan OJK No. 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra.
Ulasan pada bagian ketiga ini turut menggambarkan efektivitas pola koordinasi dalam unit internal pemerintah. Lebih lanjut, analisis pada bagian ini juga dapat digunakan untuk meminimalkan adanya tumpang tindih peran unit-unit pemerintah itu sendiri.
Keempat, analisis mengenai manajemen risiko dan implementasi kepatuhan kooperatif di berbagai negara. Adapun bagian ini mengulas perubahan paradigma hubungan antara wajib pajak dengan otoritas pajak di berbagai negara.
Seperti diketahui, walaupun bersifat memaksa, pemungutan pajak di berbagai negara menunjukkan tren yang semakin berorientasi pada kepuasan klien, yang dalam hal ini ialah para wajib pajak. Oleh karena itu, otoritas pajak akan semakin dituntut untuk melakukan penyederhanaan pada sistem pajak dan meningkatkan kualitas layanannya.
Terlebih, banyak pula kasus ketidakpatuhan pajak yang ternyata bukan didasari oleh motif kesengajaan. Atas hal tersebut, beberapa solusi yang kerap diimplementasikan ialah penyederhanaan regulasi (simplification rules) dan penggunaan teknologi informasi yang memudahkan prosedur administrasi perpajakan. Tak luput, bagian ini juga mengulas peranan data dan informasi yang dapat diakses oleh para otoritas pajak dalam melakukan manajemen risiko guna meningkatkan kepatuhan para wajib pajaknya.
Dengan sistematika yang terstruktur, buku yang dieditori oleh Chris Evans, Michael Lang, Alexander Rust, J. Schuch, Claus Stringer, dan Pasquale Pistone ini telah menghadirkan suatu analisis tren yang komprehensif kepada para pembacanya, baik dari sisi administrasi maupun kebijakan.
Namun demikian, beberapa bab dalam buku ini cenderung lebih bersifat deskriptif ketika beberapa tulisan lainnya telah menjabarkan secara analitis. Terlepas dari kekurangan tersebut, buku yang terbit pada 2018 ini tetap sangat layak menjadi acuan untuk memahami berbagai upaya pembenahan kepatuhan dalam suatu sistem pajak.
Silakan langsung berkunjung ke DDTC Library untuk mengulas berbagai potensi kebijakan yang dapat mengoptimalkan kadar kepatuhan pajak berdasarkan tren di berbagai negara.*