BERITA PAJAK HARI INI

Tarif PPN Naik Jadi 11%, Tinggi atau Enggak? Ini Kata Sri Mulyani

Redaksi DDTCNews
Kamis, 24 Maret 2022 | 08.31 WIB
Tarif PPN Naik Jadi 11%, Tinggi atau Enggak? Ini Kata Sri Mulyani

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi bagian dari upaya memperkuat fondasi pajak Indonesia. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Kamis (24/3/2022).

Sesuai dengan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), Kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% berlaku mulai 1 April 2022. Kenaikan tarif PPN ini sebagai bagian dari keseluruhan kebijakan yang sudah dimasukkan dalam UU HPP, termasuk di antaranya kebijakan pajak penghasilan (PPh).

“PPN 11% itu tinggi atau enggak? Kalau dibandingkan banyak negara di G20, OECD, maka kita lihat PPN rata-rata di negara tersebut itu sekitar 15% atau bahkan 15,5%," katanya dalam acara Spectaxcular 2022.

Sri Mulyani mengatakan DPR dan pemerintah mengesahkan UU HPP untuk menciptakan rezim pajak yang berkeadilan. Oleh karena itu, UU HPP juga memperkenalkan ketentuan tidak dipungut sebagian dan seluruhnya atau dibebaskan dari PPN.

Selain mengenai kebijakan PPN, ada pula bahasan terkait dengan penambahan dan pemutakhiran kode akun pajak dan kode jenis setoran. Kemudian, ada pula bahasan terkait dengan pencairan permohonan restitusi pajak.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

PPN Final dan Fasilitas Tidak Dipungut/Dibebaskan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan UU HPP juga mengatur skema PPN final atas pengusaha kena pajak yang melakukan kegiatan usaha tertentu atau atas penyerahan barang kena pajak/jasa kena pajak tertentu. Kemudian, ada fasilitas tidak dipungut/dibebaskan dari pengenaan PPN.

Sri Mulyani belum memerinci jenis barang atau pengusaha kena pajak yang akan memperoleh fasilitas tidak dipungut/dibebaskan dari PPN atau PPN final. UU HPP menyebut pemberian fasilitas akan diatur kemudian dengan peraturan pemerintah (PP). (DDTCNews/Kontan)

Penambahan Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran

Melalui Pengumuman No. PENG-6/PJ/09/2022, Ditjen Pajak (DJP) melakukan penambahan dan pemutakhiran kode akun pajak dan kode jenis setoran.

Penambahan ini untuk melaksanakan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-22/PJ/2021 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-09/PJ/2020 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak.

"Dengan [pengumuman] ini disampaikan beberapa penambahan atau pemutakhiran kode akun pajak dan/atau kode jenis setoran," sebut DJP dalam pengumumannya. Simak detail penambahannya pada artikel ‘Pengumuman! DJP Tambah Kode Akun Pajak dan Jenis Setoran’. (DDTCNews)

Restitusi Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meminta kantor pelayanan pajak (KPP) untuk tidak memperlambat pelayanan restitusi yang seharusnya menjadi hak wajib pajak. Bila wajib pajak sudah patuh, pelayanan restitusi seharusnya diberikan secara optimal.

"Kalau pembayar pajak sudah tertib, dikelola dengan baik, hubungannya bersih enggak ada KKN, mereka kalau perlu restitusi jangan ditahan-tahan," katanya.

Sri Mulyani menyadari restitusi berisiko memengaruhi penerimaan pajak. Meski demikian, risiko tersebut seharusnya tidak boleh mengganggu pelayanan terhadap wajib pajak yang sedang berusaha mendapatkan haknya. (DDTCNews)

Pelaporan SPT Tahunan

DJP telah menerima hampir 8 juta Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2021 dari wajib pajak orang pribadi sampai dengan 22 Maret 2022. Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan wajib pajak perlu segera menyelesaikan kewajiban pelaporan SPT Tahunan 2021.

"Ini waktu tinggal sedikit hari lagi. Ini sudah tanggal 23 [Maret 2022], batas waktu penyampaiannya adalah 31 Maret," katanya. (DDTCNews)

CRS atas Cryptocurrency

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) meluncurkan laporan terbaru mengenai usulan kerangka pelaporan atau common reporting standard (CRS) atas cryptocurrency. Laporan terbaru ini disusun dan diterbitkan sesuai dengan hasil kesepakatan G20.

"Kerangka kerja terbaru ini menyediakan mekanisme pertukaran informasi pajak yang relevan antarotoritas pajak sehubungan dengan subjek pajak yang terlibat dalam transaksi aset kripto," tulis OECD dalam keterangan resminya. Simak ‘OECD Terbitkan Draf Kerangka Pelaporan Transaksi Cryptocurrency’. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.