Ilustrasi. (DDTCNews)
RIYADH, DDTCNews – Kerajaan Arab Saudi membuka ruang untuk mengevaluasi kebijakan peningkatan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 5% menjadi 15% setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Menteri Perdagangan dan Investasi Majid bin Abdullah Al-Qasabi mengatakan kenaikan tarif PPN sebesar 3 kali lipat di tengah pandemi tersebut merupakan keputusan yang berat yang harus diambil guna mengamankan penerimaan negara.
"Seperti kebijakan-kebijakan lainnya, kenaikan tarif PPN akan direviu setelah krisis berakhir dan perekonomian kembali berjalan normal," katanya, dikutip Selasa (24/11/2020).
Al-Qasabi menuturkan kebijakan pengetatan fiskal melalui peningkatan tarif PPN serta penghentian penyaluran berbagai subsidi dan tunjangan kepada masyarakat memiliki peran yang krusial dalam menjaga penerimaan di tengah turunnya harga minyak.
"Pada masa yang akan datang ketika siklus ekonomi memulih dan harga minyak kembali normal, Arab Saudi akan melanjutkan kebijakan sebagaimana situasi normal," ujar Al-Qasabi seperti dilansir gulfbusiness.com.
Untuk diketahui, tarif PPN sebesar 15% yang dikenakan oleh Pemerintah Arab Saudi naik tiga kali lipat lebih tinggi ketimbang tarif yang telah disepakati oleh enam negara anggota Gulf Cooperation Council (GCC).
Melalui GCC Value Added Tax (VAT) Framework, enam negara GCC bersepakat untuk memungut PPN dengan tarif 5%. Hingga saat ini, baru Uni Emirat Arab dan Bahrain yang sudah memungut PPN dengan tarif yang sejalan dengan kesepakatan. Sementara itu, negara seperti Qatar, Oman, dan Kuwait masih belum menerapkan pengenaan PPN di negara masing-masing.
Kenaikan tarif PPN yang diterapkan oleh Arab Saudi juga tidak sejalan dengan saran International Monetary Fund (IMF). Pada Juli, IMF telah mewanti-wanti untuk tidak meningkatkan tarif PPN guna menjaga konsumsi dan inflasi. (rig)