Menteri Keuangan Sri Mulyani. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut pandemi Covid-19 yang menyebabkan ancaman kesehatan masyarakat memiliki pengaruh signifikan terhadap kondisi ekonomi di semua negara.
Menkeu menjelaskan pemerintah memprioritaskan sektor kesehatan dan perlindungan sosial dalam penanganan pandemi Covid-19. Pada saat bersamaan, pemerintah juga tetap berupaya memulihkan ekonomi seusai mengalami goncangan akibat pandemi.
“Untuk itu, respons pertama pada waktu pandemi ini dari sisi fiskal adalah menghapus batasan defisit maksimal 3% persen (dari PDB), yang sudah kita adopsi selama lebih dari 15 tahun,” katanya, dikutip pada Minggu (10/4/2022).
Selanjutnya, pemerintah melakukan refocusing anggaran. Menurut menkeu, fleksibilitas anggaran dalam mengakomodasi kebutuhan belanja negara terhadap penanganan Covid-19 sangat penting di tengah situasi yang penuh dengan ketidakpastian.
“Dengan refocusing, kami dapat memindahkan pengeluaran pemerintah pusat dari pengeluaran non-kesehatan menjadi pengeluaran kesehatan, dari pengeluaran non-sosial menjadi pengeluaran jaring pengaman sosial, untuk menciptakan keamanan sekaligus prioritas,” tuturnya.
Kemudian, respon pemerintah yang ketiga adalah meneraepkan burden sharing. Kebijakan tersebut dilakukan antarkementerian/lembaga (K/L) dengan cara memotong anggaran yang tidak prioritas dan terkait langsung dengan penanganan pandemi.
Berikutnya, burden sharing dengan pemerintah daerah (pemda). Dalam hal ini pemda diinstruksikan untuk melakukan refocusing anggarannya untuk penanganan Covid-19. Terakhir, sinergi pemerintah dengan Bank Indonesia.
Sinergi tersebut dalam hal pemenuhan kebutuhan tambahan pembiayaan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi yang diatur melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menkeu dengan Gubernur Bank Indonesia (BI).
Sri Mulyani juga menekankan pentingnya dukungan pemerintah terhadap pemulihan ekonomi. Pada saat pandemi, pemerintah menyadari pelaku usaha perlu diberikan dukungan, salah satunya melalui relaksasi pembayaran pajak dan pemberian insentif pajak.
“Jadi ini semua adalah paket reformasi fiskal. Saya berharap Indonesia setelah 3 tahun dapat kembali ke batas fiskal di bawah 3% dan pada saat yang sama meningkatkan kualitas belanja serta memperluas basis pajak Indonesia,” tuturnya. (rig)