BERITA PAJAK HARI INI

Sri Mulyani Temui Puan Maharani, Bahas Nasib Omnibus Law Perpajakan?

Redaksi DDTCNews
Jumat, 31 Januari 2020 | 07.40 WIB
Sri Mulyani Temui Puan Maharani, Bahas Nasib Omnibus Law Perpajakan?

Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Ketua DPR Puan Maharani.

JAKARTA, DDTCNews – Pertemuan tertutup yang digelar antara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dengan Ketua DPR Puan Maharani di Gedung DPR kemarin petang, Kamis (30/1/2020) menjadi bahasan sejumlah media nasional pada hari ini.

Pertemuan tersebut terjadi setelah sehari sebelumnya Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menemui Puan di DPR. Sri Mulyani mengatakan dalam pertemuan tersebut, pemerintah tidak dalam posisi menyerahkan rancangan omnibus law perpajakan.

Pertemuan tersebut lebih difokuskan untuk mempelajari mekanisme pembahasan rancangan omnibus law sehingga bisa dirampungkan dengan cepat. Pasalnya, Presiden Joko Widodo menginginkan pembahasan bisa tuntas sekitar 100 hari kerja sejak rancangan disodorkan ke DPR.

“Kami diminta untuk ketemu [dengan DPR] untuk melihat seluruh mekanisme. Memang mekanismenya perlu konsultasi supaya ini [proses penyusunan RUU] berjalan sesuai dengan mekanisme parlemen,” tutur Sri Mulyani.

Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti insentif super tax deduction. Hingga saat ini, pendaftar fasilitas untuk kegiatan vokasi masih sedikit. Pada saat yang bersamaan, peraturan teknis terkait insentif untuk kegiatan riset masih belum keluar.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Ikuti Mekanisme di DPR

Kendati belum menyerahkan rancangan omnibus law perpajakan ke DPR, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Presiden Joko Widodo telah menandatangani surat presiden (surpres).

“Seperti yang disampaikan Presiden bahwa surpres-nya sudah ditanda tangan. DPR telah menetapkan Prolegnas dalam rapat paripurna dan dengan demikian kami akan konsultasi untuk penyerahannya, tapi kami ikut mekanisme yang ada di DPR,” jelas Sri Mulyani. (DDTCNews)

  • Tunggu Surat Prolegnas Diterima Presiden

Ketua DPR Puan Maharani meminta pemerintah untuk mengikuti mekanisme di DPR. Terkait dengan permintaan Presiden Joko Widodo agar DPR menyelesaikan pembahasan omnibus law secepatnya, Puan mengaku menunggu draf dari pemerintah terlebih dahulu.

“Saya minta ke menteri keuangan untuk mengikuti mekanisme DPR dan menunggu surat prolegnas diterima presiden. Jangan sampai menyalahi aturan. Saya akan tunggu dulu draf ini disampaikan oleh pemerintah secepat-cepatnya, setelah itu kami ikuti proses mekanisme yang ada,” katanya. (CNBC Indonesia/CNN Indonesia)

  • Menristek Tunggu PMK Insentif Riset

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Bambang Brodjonegoro menunggu peraturan menteri keuangan (PMK) terkait super tax deduction bagi perusahaan yang berinvestasi untuk riset dan pengembangan (R&D).

"Kami menunggu PMK. Yang ada baru Peraturan Pemerintah (PP) dan itu tidak operasional. Apalagi kalau urusan pajak banyak detail sehingga harus ada peraturan operasional yaitu PMK,” katanya.

Bambang mengaku akan terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Keuangan dalam menentukan skema pemberian potongan pajak. Dia berharap PMK tersebut sudah bisa diterbitkan pada semester I/2020. (CNN Indonesia)

  • Insentif Pajak Kegiatan Vokasi

Direktur Perpajakan II Ditjen Pajak (DJP) Yunirwansyah mengatakan hingga akhir 2019, ada 13 perusahaan yang mendaftarkan diri untuk menerima insentif super tax deduction kegiatan vokasi. Sebanyak 13 perusahaan tersebut telah memiliki perjanjian terkait kegiatan vokasional dan program pelatihan. (The Jakarta Post)

  • Per 1 April 2020, NPWP Bendahara Pemerintah Dihapus

Kementerian Keuangan merilis beleid yang akan menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bendahara pengeluaran, penerimaan, dan/atau bendahara desa. Pencabutan NPWP ini akan dilakukan secara jabatan oleh Dirjen Pajak.

Selain pencabutan NPWP, Dirjen Pajak juga akan mencabut pengukuhan pengusaha kena pajak (PKP) atas bendahara penerimaan. Adapun pencabutan ini akan dilakukan setelah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.231/PMK.03/2019 resmi berlaku yaitu pada 1 April 2020.

“Direktur Jenderal Pajak secara jabatan menghapus NPWP bendahara pengeluaran, penerimaan, atau desa yang dimiliki sebelum PMK ini berlaku dan mencabut pengukuhan PKP bendahara penerimaan yang dikukuhkan sebelum PMK ini berlaku,” demikian bunyi Pasal 27 ayat (1) beleid tersebut. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.