Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pandangan pemerintah terkait kebijakan fisikal saat rapat paripurna ke-17 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/5/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memasang asumsi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan berada pada kisaran 5,1% hingga 5,5%.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian Indonesia masih akan diliputi ketidakpastian global pada tahun depan. Meski demikian, pemerintah akan berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
"Kami optimistis dengan bekerja keras dan komitmen bersama menjaga stabilitas ekonomi dan komitmen untuk melakukan terobosan kebijakan, maka pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai 5,1% hingga 5,5%," katanya dalam rapat paripurna DPR dengan agenda penyampaian KEM-PPKF 2025, Senin (20/5/2024).
Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi tersebut akan ditopang oleh terkendalinya inflasi dan perluasan hilirisasi SDA, pengembangan industri kendaraan listrik, serta digitalisasi yang didukung oleh perbaikan iklim investasi dan kualitas SDM. Laju pertumbuhan ini juga diharapkan menjadi fondasi yang kuat untuk pertumbuhan yang lebih tinggi dalam beberapa tahun ke depan.
Dia menjelaskan inflasi pada 2025 diperkirakan dapat dikendalikan di kisaran 1,5% hingga 3,5%. Dengan mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi, yield SBN Tenor 10 tahun diperkirakan berada pada kisaran 6,9% hingga 7,3%, serta nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan berada di rentang Rp15.300 hingga Rp16.000.
Sementara dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut, harga minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US$75 hingga US$85 per barel; lifting minyak bumi 580.000 hingga 601.000 barel per hari; serta lifting gas 1.004.000 hingga 1.047.000 barel setara minyak per hari.
Sri Mulyani menjelaskan pemerintah menyusun asumsi makro 2025 dengan mempertimbangkan berbagai dinamika, risiko ketidakpastian, serta potensi pemulihan ekonomi global dan nasional tahun depan.
Menurutnya, APBN akan tetap berperan sebagai shock absorber dalam menjaga pemulihan ekonomi nasional.
"APBN terbukti efektif berperan sebagai shock absorber yang mampu meredam berbagai gejolak, khususnya gejolak dari eksternal, sehingga dampak pada perekonomian domestik relatif minimal, sebagaimana yang kita rasakan dalam 10 tahun terakhir," ujarnya.