KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani: Penerapan Pajak Karbon Memperhatikan Kesiapan Dunia Usaha

Dian Kurniati | Senin, 13 September 2021 | 18:00 WIB
Sri Mulyani: Penerapan Pajak Karbon Memperhatikan Kesiapan Dunia Usaha

Menteri Keuangan Sri Mulyani. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/foc.

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan pemerintah akan berhati-hati dalam mengimplementasikan pajak karbon di Indonesia.

Sri Mulyani mengatakan rencana pengenaan pajak karbon telah masuk dalam RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Meski demikian, pelaksanaannya akan tergantung pada kesiapan sektor usaha dan pemulihan ekonomi nasional.

"Implementasi pajak karbon dilakukan secara bertahap dan berhati-hati, memperhatikan kesiapan sektor," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (13/9/2021).

Baca Juga:
Anggota DPR Ini Usul Insentif Pajak untuk Warga yang Adopsi Hewan Liar

Sri Mulyani menuturkan pemerintah memiliki sejumlah pertimbangan sebelum menerapkan pajak karbon. Hal lain yang juga dipertimbangkan juga adalah keselarasan dengan penerapan perdagangan karbon serta pemulihan ekonomi nasional dari tekanan pandemi Covid-19.

Dia menilai penerapan pajak karbon penting dilakukan untuk penanganan perubahan iklim. Sebab, Indonesia menjadi salah satu negara yang sudah meratifikasi Kesepakatan Paris untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri, atau 41% dengan bantuan internasional hingga 2030.

Pajak karbon akan bersinergi kuat dengan pembangunan pasar karbon sekaligus memperkuat ekonomi Indonesia dari ancaman risiko perubahan iklim. Implementasi pajak karbon ini juga menjadi sinyal perubahan perilaku dari pelaku usaha untuk mewujudkan kelestarian lingkungan.

Baca Juga:
Punya Reksadana dan Saham, Gimana Isi Harga Perolehan di SPT Tahunan?

"Ini juga ditujukan untuk menuju ekonomi hijau yang makin kompetitif dan menciptakan sumber pembiayaan baru bagi pemerintah untuk mendukung transformasi pembangunan yang berkelanjutan," ujar menkeu.

Pada RUU KUP, pemerintah mengusulkan tarif pajak karbon senilai Rp75 per kilogram emisi CO2. Dalam perumusan kebijakan tersebut, pemerintah menjadikan beberapa negara sebagai benchmark seperti Jepang, Singapura, Kolombia, Chile, Prancis, serta Spanyol.

Jepang menjadi contoh negara yang menetapkan tarif pajak karbon paling rendah, yakni US$3 atau Rp43.500 per ton emisi CO2. Objek pajaknya semua bahan bakar fosil, dan berlaku pada semua sektor usaha kecuali industri, pembangkit, transportasi, pertanian, dan kehutanan.

Prancis menjadi contoh negara dengan tarif pajak karbon tertinggi yaitu senilai US$49 atau sekitar Rp711.000 per ton emisi CO2. Objek pajaknya semua bahan bakar fosil, dan berlaku pada sektor usaha industri, bangunan, dan transportasi. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN